Daerah

Pesantren Assulton Probolinggo Siapkan Generasi Tangguh Moral dan Intelektual

Jumat, 17 Juni 2016 | 04:12 WIB

Pesantren Assulton Probolinggo Siapkan Generasi Tangguh Moral dan Intelektual

Pengasuh Pesantren Assulton, KH Syaiful Islam.

Probolinggo, NU Online
Pengetahuan agama sangatlah penting untuk bekal hidup manusia, namun pengetahuan umum juga tidak boleh ditinggalkan. Kedua bidang keilmuan itu perlu diseimbangkan. Hal itulah yang menjadi bidikan KH. Syaiful Islam dalam mengelola Pesantren Assulton.

Sudah jamak terjadi, seorang anak yang mendahulukan ilmu umumnya kemudian mengabaikan ilmu agamanya. Karenanya, keilmuan yang didapatkan tidak memberikan nilai positif dari sisi rohaninya. Hal itulah yang menjadi perhatian Pesantren Assulton yang ada di Kelurahan Triwung Kidul Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.

Pengasuh Pesantren Assulton KH Syaiful Islam mengaku saat ini sudah memiliki sekitar 300 santri. Lembaga pendidikan yang ada di pesantren tersebut lumayan lengkap. Lembaga pendidikan yang ada mulai TK, MI, MTs, SMP, MA, SMA dan SMK. “Lembaga tersebut dinaungi oleh Dinas Pendidikan (Disdik) dan Kementerian Agama (Kemenag),” katanya, Kamis (16/6).

Untuk ilmu agama, pesantren menerapkan metode amtsilati yakni belajar cepat membaca Al-Qur’an. Metode ini diterapkan setiap hari sebelum jam pelajaran dilakukan. Dengan demikian, maka dipercaya dapat menguatkan hafalan santri.

“Jika pada saat SD dan SMP sudah bisa ngaji, namun jika tidak dilatih dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka ilmunya juga akan hilang. Dengan adanya amtsilati ini, diharapkan dapat menjaga apa yang didapatkan sebelumnya. Serta, mampu menyeimbangkan ilmu agama dan ilmu umum,” harapnya.

Menurutnya, di era modern seperti saat ini, banyak masalah yang timbul. Mulai dari zina yang sudah dianggap biasa, laki-laki dan perempuan berboncengan sambil berpelukan, padahal bukan mahromnya. “Bahkan, sampai pada titik yang paling tinggi, seperti pembunuhan dan pemerkosaan yang akhir-akhir ini diberitakan,” terangnya.

Gus Syaiful mengatakan, persoalan yang mendera generasi muda saat ini tidak lepas dari kegagalan dalam menghadapi serbuan arus informasi dan teknologi. “Ponsel misalnya, sekarang canggih-canggih. Dengan ponsel murah, saat ini bisa mengakses situs-situs yang macam-macam. Apalagi, yang dilihat situs mesum ini berbahaya,” tegasnya.

Sekali menonton tayangan mesum, maka akan ada dorongan untuk mempraktikkannya. Ditambah lagi, keluarga sebagai benteng moral kadang lalai dengan perkembangan anak-anaknya. Karena itulah, Gus Syaiful tetap berkeyakinan bahwa pendidikan di pesantren jauh lebih bisa mengontrol perkembangan anak-anak dari pengaruh buruk.

“Dengan mondok hal buruk dapat diminimalisasi. Memang, masih ada satu atau dua anak yang melanggar. Namun, dengan adanya penanaman moral serta ada yang mengawasi, maka anak tersebut juga akan khawatir dan was-was untuk melakukan pelanggaran serupa,” tuturnya.

Selain itu, pesantren sudah membuat aturan ketat dengan melarang anak didik untuk membawa ponsel. Namun, bukan berarti ponpes menghalangi komunikasi anak dengan keluarga. Santri tetap bisa berkomunikasi menggunakan ponsel ustad pondok. “Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan. Memang jika dilihat, HP banyak manfaatnya, namun juga banyak mudaratnya,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Fathoni)


Terkait