Daerah

Pesantren As-Shodiqin Brebes Berasa di Kampung Arab

Selasa, 12 Juni 2018 | 12:00 WIB

Pesantren As-Shodiqin Brebes Berasa di Kampung Arab

Santri As-Shodiqin belajar memanah

Brebes, NU Online
Berkunjung ke pondok pesantren As-Shodiqin Desa Banjarharjo, Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes, Jawa Tengah terasa di Kampung Arab dan Kampung Inggris. Pasalnya, para santri dengan mahir bercakap-cakap dengan dua bahasa tersebut dalam kehidupan sehari harinya. Kemahiran mereka, tercipta karena adanya penerapan pembiasaan dan kelas akselerasi. 

“Tidak perlu teori-teori yang njlimet, justru dengan pembiasaan akan datang langsung kemahiran, termasuk adanya dorongan dalam batin agar dirinya bisa berkomunikasi,” tutur pengasuh pesantren As-Shodiqin Banjarharjo KH Nur Iman Ali, saat berbincang dengan NU Online, Senin (11/6).
 
Menurutnya, kemampuan menggunakan bahasa asing akan terpatri manakala seluruh lingkungan mendukung. Untuk itu, dalam keseharian, santri diwajibkan menggunakan dua bahasa itu agar mahir berbahasa.

“Tiga bulan awal masuk pondok, santri masih ditolerir menggunakan bahasa campuran sembari mencari kosa kata yang lebih banyak,” tuturnya. 

Awal mula, santri setiap saat membawa buku dan pena untuk menulis hal hal yang belum tahu kosa kata bahasa inggris untuk ditulis ditanyakan kepada teman, melihat kamus, atau bertanya langsung kepada instruktur. Pesantren ini mendapatkan kiriman instruktur Kampung Inggris Pare, Kediri, Jawa Timur. 

Dari kemahiran berbahasa, lanjutnya, alumni santri As-Shodiqin diterima diberbagai bidang pekerjaan. Bahkan salah seorang santrinya mendapatkan beasiswa hingga meraih gelar Master atau S2. 

Pesantren yang berdiri Agustus 2007 ini boleh dibilang terus merangkak dalam meneguhkan diri sebagai pesantren salafiyah yang berisi internasional. Kurangnya publikasi, menjadikan pesantren ini belum banyak dikenal. Namun, di awal berdiri mendapatkan 18 santri dan kini menjadi 70 santri putra dan putri. 

Kata Kiai Nur Iman, di pesantren ini memiliki keunggulan di bidang tahfidh, bahasa, dan salaf.  Sistem kelas akselerasi atau percepatan penguasaan ketiga bidang itu diterapkan sesuai bakat dan kemampuan para santri. 

Termasuk untuk tahfidh, selepas kelas IX SMP ditargetkan santri hafidh 15 juz, tetapi kalau mengikuti kelas akselerasi bisa menguasai 30 juz. 

Menyinggung kegiatan ramadhan 1439 hijriyah, Kiai Iman menceritakan pesantren menggelar bazar sembako murah sebanyak 500 paket, ngaji pasaran kitab Jazariyah tentang makrojul huruf dan Kitab Mabadi ulfiqih.

Selain itu, tadarus Al-Qur'an dengan mengkhatamkan sehari 30 juz atau sekali khataman dalam sehari. “Sampai santri pulang libur hari raya, menyelesaikan 25 kali khataman,” terangnya.

Dalam pengembangan berikutnya, Pesantren As-Shodiqin kini telah membuka sekolah berbasis pesantren berupa SMP NU Hasyim Asy'ari Banjarharjo di Jalan Makensi, blok Pesantren Banjarharjo. 

Sekolah berbasis pesantren ini berdiri atas amanat dari mantan Rais PWNU Jateng Almaghfurllah KH Masruri Mughni. 

Alhamdulillah, amanat ini bisa kami realisasikan dua tahun dan ternyata mendapatkan barokah dari Almaghfurllah KH Masruri Mughni,” ungkapnya. 

Dia mengaku, tantangan era kini berupa alat komunikasi hape android. Banyak remaja lebih termakan zaman, karena lebih memilih hape dari pada kehidupan masa depan mereka dengan memilih nyantri dengan pembelajaran murni. Dengan nyantri, bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Untuk itu, peran orang tua sangat penting agar bisa mengarahkan anak-anaknya mondok. 

Kiai Nur Iman menambahkan, di SMP NU tersebut ada kegiatan ekstra kurikuler berkuda dan memanah, pencak silat pagarnusa, dan pramuka.  Setiap Ahad, digelar pekan olahraga dengan membebaskan anak anak menekuni hobi olahraga.

Pesantren yang berdiri di atas tanah seluas 1200 meter persegi tersebut saat ini terus melakukan pengembangan di antaranya membangun ruang kelas dan bilik santri.  (Wasdiun/Muiz)


Terkait