Sumenep, NU Online
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) sekaligus mantan Sekretaris Wakil Presiden RI 2002-2009, Prof Dr Prijono Tjiptoheriyanto, Minggu (8/1) sore bertandang ke Annuqayah. Silaturrahmi tersebut disambut cerdas oleh para petinggi Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) dengan digelarnya Sarasehan Ekonomi, ditempatkan di Aula Lantai II Instika.<>
Acara yang dimulai pukul 16.20-17.33 WIB tersebut dipandu langsung oleh mantan ketua yayasan Annuqayah yang kini menjabat ketua PC NU Sumenep, H A Pandji Taufiq.
Pada kesempatan itu, hadir pula rektor Instika KH Abbadi Ishomuddin, ketua Annuqayah KH Hanif Hasan, ketua yayasan Annuqayah Taufiqurrahman, pembantu rektor III Instika KH Moh Husnan A Nafi’, beberapa kiai muda Annuqayah seperti K M Faizi, K M Mushthafa, K Muhammad ‘Ali Fikri, K Ach Maimun Syamsuddin, serta petinggi-petinggi Keluarga Besar Mahasiswa Instika.
Sebagai pembicara, didampingi KH Hanif Hasan, Prof Pri berbagi ilmu dan pengalaman kepada peserta yang berkisar 50-an. Gaya bicara Prof Pri yang kocak dan santai mampu membuat forum terasa nyaman. Sulit ditemukan peserta yang tidak serius mendengarkan penjelasannya.
Sekalipun acara tersebut bertemakan “Prospek Alumni Pondok Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Nasional”, Prof Pri, di awal penjelasannya, menyatakan kepada peserta forum untuk menitikberatkan ulasannya pada tata kelola pemerintahan. Hal tersebut, tegasnya, dikarenakan ia pernah lama bergelut di administrasi kenegaraan.
Sebagai pengantar, Prof Pri menyinggung era reformasi. Menurut pria yang berkacamata dan berambut pendek hitam pekat ini, setidaknya terdapat 3 perubahan mendasar yang diusung oleh era reformasi: Demokratisasi, Desentralisasi, dan Tata kelola pemerintahan yang baik.
“Era reformasi merangsang terciptanya demokratisasi di negeri ini. Kita punya kebebasan yang luar biasa. Kita dan semua media massa dapat mengkritik pemerintah dengan leluasa. Berbeda dengan sebelum datangnya era reformasi, kebebasan kita dibelenggu oleh rezim orde baru yang dikendalikan Soeharto,” papar Prof Pri, santai.
Pada masa Soeharto, guyonnya, orang sakit gigi harus periksa ke Singapura. Mereka takut mengobatinya di Indonesia. Kenapa?
“Karena orang Indonesia ketika itu dilarang buka mulut,” sesumbar Prof Pri yang langsung disambut tawa peserta forum.
Dalam hal desentralisasi, tambahnya, menuntut lahirnya otonomi daerah. Daerah-daerah yang ada di Indonesia dapat mengembangkan dirinya tanpa selalu menunggu didokrin dari pemerintah pusat.
“Adapun tata kelola pemerintahan yang baik, tidak terlepas dari gesekan globalisasi. Dengan kata lain, globalisasi yang dibalut reformasi mensyaratkan pemerintahan yang baik,” imbuh pria bercelana hitam berbaju batik, itu.
“Kalau melihat kenyataan sekarang, globalisasi tampaknya sudah diubah menjadi gombalisasi oleh para pemimpin kita: mengeluh dan tidak tegas,” ujar Prof Pri. Tawa peserta forum pun tak urung pecah kembali.
Selain itu, Prof Pri memaparkan sekilas hasil penelitiannya beberapa tahun yang lalu di Thailand, Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Penelitian yang membidik tata kelola pemerintahan di 4 negara tersebut, ungkap Prof Pri, dibiaya oleh Jepang.
“Thailand dikenal demokratis. Sekalipun begitu, raja memiliki pengaruh besar di dalamnya. Kalau kepala negara sudah dibenci oleh raja, maka ia tinggal menunggu waktu untuk dilengserkan. Militer di sana amat segan terhadap raja. Kenyataan ini mencuatkan kenyataan adanya negara demokratis tapi ironis,” papar Prof Pri.
Tata kelola pemerintahan Malaysia dipuji oleh Prof Pri. “Kontinuitas dan konsistensi pengelolaan negara betul-betul diperhatikan di sana,” kata Prof Pri.
Sedangkan Philipina sendiri, lanjutnya, tak jauh berbeda dengan Indonesia.
“Dua negara ini sering ‘berlomba-lomba’ dalam hal korupsi. Untuk saat ini, Indonesia tampaknya menempati posisi pertama,” kata Prof Pri dengan raut wajah serius.
Penelitian yang oleh Prof Pri tidak disebutkan waktunya itu, melahirkan 5 kesimpulan. “Saya tidak akan menjelaskan semuanya. Kesimpulan utamanya ialah bahwa kemampuan memberantas korupsi amat berdampak pada tata kelola pemerintahan,” kata Prof Pri.
Dengan begitu, lanjutnya, tata kelola pemerintahan yang baik amat bergantung pada kesejahteraan masyarakatnya yang lebih baik
“Dan korupsi memupus semua itu,” tandasnya.
Redaktur : Syaifullah Amin
Kontributor : Hairul Anam