Masjid Al-Amin Jombang, Tempat Persembunyian Warga saat G 30 S/PKI
Senin, 13 Mei 2019 | 06:06 WIB
Jombang, NU Online
Masjid Al-Amin yang terletak di Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pernah menjadi saksi sejarah kelam. Konon, masjid ini satu di antara masjid tertua wilayah Jombang selatan yang dibangun Kiai Amin, ulama setempat yang berasal dari Imogiri, Kabupaten Bantul, Jogjakarta.
Berdasar kisah yang dihimpun NU Online, Kiai Amin masuk di Desa Ngampungan pada tahun 1955 silam. Dua tahun setelah itu, sekitar 1957, ia mendirikan mushala dari bambu yang dulu disebut warga sebagai angkringan. Mushala itu, dipakai Kiai Amin untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam.
”Dulu ukurannya tak besar, sekitar 5x6 meter persegi. Terletak di ujung desa dan bagian belakang berada di pinggir sungai,’’ ujar Muhamad Muchtadi, 61, Pengasuh Pesantren Al-Amin, Senin (13/5).
Tahun itu, lanjutnya, keberadaan mushala sangat bermanfaat. Selain sebagai tempat ibadah, mushala juga dipakai Kiai Amin untuk mengobati para santri. Terutama santri yang mengalami tekanan mental alias gangguan jiwa.
”Dulu Kiai Amin juga orang pintar. Beliau sering mengobati orang yang gangguan jiwa. Orang-orang tersebut mendapat siraman rohani di mushala,’’ jelasnya.
Dijelaskan, para santri datang dari berbagai daerah dengan kondisi gangguan kejiwaan. Namun setelah sembuh dari tekanan mental tersebut, sebagian besar dari mereka justru tidak ingin pulang dan ingin membantu Kiai Amin untuk mendirikan pondok di tempat tersebut.
”Dari awal ya mereka (santri) yang membantu Kiai Amin mendirikan pondok dan mushala tersebut,’’ bebernya.
Beberapa tahun berjalan, tepatnya 1965, terjadi peristiwa menegangkan G 30 S/PKI. Ia menceritakan Kiai Amin menyembunyikan warga desa dan santrinya di sekitar mushala. Caranya dengan menutup menggunakan jerami dan dedaunan kering.
”Dulu di sini masih berupa hutan. Jadi saat itu ada screening (penyaringan) PKI mulai dari Tebuireng sana. Namun Kiai Amin menyembunyikan warga setempat di sini,’’ ceritanya.
Beberapa hari setelah kondisi aman, akhirnya warga kembali ke rumah masing masing dan santri melanjutkan kehidupan seperti biasa di pondok.
”Masjid ini meski kecil namun nilai sejarahnya sangat panjang, karena melalui proses dari zaman ke zaman,’’ papar menantu Kiai Amin ini.
Saat masih berupa mushala, masjid tersebut juga pernah hanyut terbawa banjir bandang pada 1977. Pasalnya, pondasi mushala memang hanya terdiri dari tanah.
”Pernah banjir dan mushala ikut hanyut. Akhirnya untuk beribadah dan shalat jumatan mereka menggunakan halaman masjid,’’ terangnya.
Lambat laun dalam perkembangannya, sekitar 1990, mushala yang terbuat dari bambu tersebut dibangun dengan menggunakan bahan yang lebih kuat. Para santri berjibaku membuat pondasi dengan batu kali. Hingga kini Masjid Al-Amin tetap kokoh.
”Dibangun 1990 namun sempat berhenti selama 9 tahun lantaran terkendala biaya. Namun dengan tekat beliau, akhirnya pembangunan selesai tahun 2000,’’ pungkasnya. (Syarif Abdurrahman/Muhammad Faizin)