Trenggalek, NU Online
Mendekati masa kampanye pilkada, sejumlah kiai di Trenggalek khawatir terjadi perpecahan umat. Sebab, saat ini ada indikasi upaya ’adu domba’ dengan mendiskreditkan citra kiai di mata umat. Yakni, beredarnya isu bahwa para kiai telah menerima uang sogokan ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk mendukung salah satu calon bupati.
"Isu itu tidak benar. Jangan percaya bahwa para kiai telah menerima uang dari Pak Harto. Kiai mendukung Pak Harto dan Mahsun karena memperjuangkan idealisme," kata KH Mastur Ali, pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Sumberingin.
<>Sekadar diketahui, sebagian besar kiai NU berada di belakang barisan cabup/cawabup Soeharto-Mahsun (Hamas). Nah, dukungan kiai yang cukup besar itu dicoba dipecah dengan menyebar isu di tengah-tengah masyarakat kalau para kiai memperoleh uang ratusan juta hingga miliaran rupiah. Isu kiai menerima uang itu diharapkan agar warga menjauhi dan tidak mentaati seruan kiai sebagai panutan umat. Itu karena kiai dalam memperjuangkan Hamas tidak tulus, melainkan karena didasari angpao alias duit. Kiai yang menerima duit tersebut tidak hanya kiai berpengaruh di kabupaten, tetapi kiai-kiai di kecamatan pula.
"Memang banyak kiai di kecamatan yang melaporkan adanya kabar itu kepada saya. Saya pun menyelidiki dan mengumpulkan dari para kiai-kiai tersebut" kata KH Mastur Ali kepada Ratu kemarin.
Diakui Kiai Mastur, dirinya juga pernah menerima pesan singkat (SMS) yang berisi tulisan tentang "Bagi-bagi kalau terima duit".
Menerima SMS seperti itu, tak ayal kiai yang juga Rais Syuriah NU Trenggalek itu menjadi kaget. Sebab, tidak pernah menerima uang yang dikatakan si pengirim SMS tersebut. Ternyata setelah diselidiki, tidak hanya dirinya yang dikabarkan menerima duit, tetapi beberapa kiai juga diisukan hal serupa. Bahkan, santer dikabarkan kalau ada kiai yang menerima mobil BMW atau Panther.
Menurut Mastur, mengharapkan kepada seluruh warga, khususnya warga nahdliyin untuk tidak mempercayai adanya kabar tersebut. Sebab, hakikatnya kabar itu tidak benar adanya. "Jangan mempercayai isu yang jelas tidak benar itu," ujarnya.
Dikatakan dia, pilkada yang digelar 6 Agustus mendatang itu diikuti dua pasangan calon. Lebih lanjut dikatakan oleh Kiai Mastur, agar tidak terjadi kebingungan umat maka sebagian besar kiai-kiai pengasuh pondok pesantren se-Kabupaten Trenggalek yang menamakan diri Forum Lintas Tokoh Masyarakat (FLTM) Trenggalek, bersepakat mendukung pasangan Soeharto-Mahsun. "Ini memang jawaban yang ditunggu-tunggu umat. Sebelumnya umat masih bingung akan menyalurkan hak politik kemana. Warga menunggu sikap dari para kiai," katanya.
Lebih lanjut, kiai Mastur menyatakan, setelah menandatangani komitmen dukungan itu hasil dukungan disebarkan seluruh musala dan masjid agar diketahui oleh warga dan seluruh rakyat Trenggalek.
Hal serupa juga diuangkapkan Gus Fatchullah Soleh, pengasuh Pondok Pesantren At Taqwa Kedunglurah, Pogalan. Diakui Gus Loh-panggilan Fatchullah Soleh, dirinya juga dituding telah menerima uang seratus juta dari Cabup Soeharto. Dikatakan isu kiai menerima uang itu sebagai pembunuhan karakter kiai di mata umat. Dan itu tidak lebih sebagai politik adu domba. "Model adu domba itu seperti kelakuan penjajah, devide et impera," tandasnya. "Belum lagi pemecah belahan model lain yaitu seorang tokoh diadu domba dengan warganya, dengan cara diisukan telah menerima uang untuk dibagikan kepada warganya, tetapi koq belum dibagi kepada warga. Ini juga betul-betul fitnah yang keji", imbuhnya.
Dikatakan Gus Loh, para kiai mendukung Hamas itu karena Soeharto dan keluarga besarnya sudah lama memberikan konstribusi besar terhadap perkembangan pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren jauh hari sebelum pilkada ini terdengar. "Pak Harto melakukan amal jariyah itu mulai sejak 1993. Dan itu bukannya berarti Pak Harto menagih apa yang telah diberikannya, tetapi para kiai memiliki perjuangan untuk lebih mengembangkan proses pendidikan Trenggalek lebih maju lagi. Dan itu kalau peran Soeharto lebih besar lagi," jelasnya.
Jadi, lanjut Gus Loh, perjuangan kiai adalah perjuangan idealisme, bukan perjuangan karena pemberian uang. Kabar tak sedap itupun Gus Loh harus menjelaskan seoptimal mungkin kepada warganya agar tidak mempercayai isu yang jelas-jelas tidak benar itu. Gus Loh mengharap lebih baik warga menanyakan langsung kepada kiai-kiai yang bersangkutan, jangan menjadikan isu itu tersebut menjadi bahan diskusi di masyarakat luas, kalau hal ini terjadi yang senang dan untung adalah para peneb