Daerah

KH Taufiqurrahman: Pesantren, Lembaga Tertua

Senin, 17 Juni 2013 | 11:35 WIB

Bantul, NU Online
Lembaga pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia. Jika ditilik sejarahnya, pesantren yang pertama kali muncul adalah “Ampel” yang dirintis oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) di kawasan Ampel Denta, Surabaya. 
<>
Padahal saat itu, Ampel Denta merupakan kawasan yang dipenuhi masyarakat yang hobi ‘adu’ ayam jago. Namun berkat strategi dakwah yang digunakan Raden Rahmat, maka kawasan tersebut dapat diubah menjadi pesantren, yang akhirnya menjadi basis berkembangnya pesantren di berbagai daerah lainnya di tanah Jawa.

Demikian disampaikan KH Fathurrahman Thohir, dalam kesempatan mengisi nashaih al-diniyyah pada acara Khatmil Qur’an XII dan Haul Ke-54 KH R. Abdul Qadir Munawwir, Sabtu (15/6) malam, di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta. Sebelumnya, acara telah didahului dengan prosesi wisuda para khatimin/ khatimat tigapuluh juz bil ghaib. 

Kemudian, KH Fathurrahman menyampaikan tentang eksistensi pesantren itu sendiri di zaman sekarang. Ia menyampaikan rasa optimisnya bahwa sampai kapanpun, pesantren akan tetap eksis. Karena menurutnya, hal-hal yang bisa memberi manfaat pasti akan bertahan.

“Sudah jelas, dimanapun yang dicari adalah orang yang bisa ngaji. Mulai dari nikah, hamil, melahirkan, bahkan sampai menuntun orang yang mau mati. Jika dokter sudah tidak bisa mengatasi, maka ujung-ujungnya akan kembali mengandalkan do’a Kiai,” tambahnya.

Karena itu, ia menghimbau kepada seluruh orangtua untuk memantapkan anaknya tafaqquh fiddin. Menurutnya, salah satu penyebab masih banyaknya orangtua yang ragu mengirimkan anaknya ke pesantren adalah karena masih mengukurnya dari segi materi atau duniawi saja. 

Lantas, ia menyitir suatu syi’ir yang berunyi; Kam ‘aqilin ‘aqilin dliqat masalikuh, kam jahilin jahilin wallah marzuqa, artinya betapa banyak orang pandai yang sempit jalan rizqinya, dan betapa banyak orang bodoh yang demi Allah banyak rezekinya.

“Padahal dahulu nabi berdo’a agar dijadikan orang miskin, bukan orang kaya. Amargi, tiang sugih kaleh tiang mlarat niku mlebet surgane disik tiang mlarat, kacek’e 500 tahun (karena, orang kaya dengan orang miskin itu masuk surganya duluan orang miskin, dengan jarak waktu 500 tahun),” tambah Kiai dari Semarang malam itu.

“Maka, seharusnya sudah tidak ada keraguan lagi bagi orang tua untuk mengirimkan anaknya ke pesantren,” tandasnya.

 

Foto: Masjid Ampel lama


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Dwi Khoirotun Nisa’


Terkait