Jember, NU Online
Bagi Ketua Pengurus Cabang (PC) Lesbumi Jember, H Rasyid Zakaria, lebaran tidak harus glamor, mewah dan sebagainya. Sebab lebaran adalah ibadah untuk mensyukuri nikmat Allah karena telah berhasil melewati ujian berat selama Ramadhan. Oleh karena itu, ekspresi dalam merayakan lebaran tak perlu berlebihan, namun sederhana saja.
“Yang penting, bisa berbagi kebahagiaan terhadap sesama,” tukasnya kepada NU Online di kediamannya, Perumahan Surya Milenia, Jember, Ahad (9/6).
Berbagi kebahagiaan yang dimaksud adalah memberikan zakat dan sedekah untuk mereka yang berhak, khususnya sebelum lebaran tiba. Untuk itu, H Rasyid telah menunaikan itu dengan cara berbagi bingkisan, sedekah dan takjil. Intinya semua itu untuk berbagi kebahagiaan, meskipun tidak signifikan.
“Apa yang kita mampu untuk mereka, ya itulah yang kita berikan,” jelasnya.
Selain itu, Idul Fitri juga perlu dimanfaatkan untuk menyambung tali silaturrahim dengan dengan sanak famili dan para tetangga. Namun yang wajib didahulukan adalah mendatangi orang tua, terutama ibu untuk dimintai maaf dan ridlonya. Sebab tidak ada yang membantah bahwa ibu adalah sosok penting dalam kehidupan seseorang.
“Tidak ada kemuliaan tanpa memuliakan ibu, tidak ada kebahagiaan tanpa membahagiakan ibu, dan tidak ada kesuksesan tanpa melayani ibu. Betapapun kekayaan yang kita miliki, tapi melalaikan ibu, maka kekayaan itu pasti lenyap, cepat atu lambat,” terang H Rasyid.
Alumnus Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyah, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur itu mengaku setiap lebaran wajib mengunjungi ibunya di Situbondo sebelum bermaaf-maafan dengan yang lain. Baginya, sang ibu adalah sosok penyemangat sekaligus jimat dalam hidupnya. Kendati secara fisik ibunya sudah tidak berdaya, tapi dia masih mempunyai kekuatan lain, yaitu doanya yang maqbul.
“Ibu saya sudah berusia 77 tahun, tapi beliau adalah kekuatan saya sejak awal meniti karir di birokrasi hingga sekarang ini,” ucapnya.
Setelah mengujungi ibunya, urutan berikutnya yang dibidik H Rasyid di setiap momentum lebaran adalah guru atau kiainya di Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyah, Asembagus. H Rasyid tergolong santri lawas, masih nutut saat KH As’ad Syamsul Arifin mengasuh pesantren tersebut. Setelah beliau wafat, diganti oleh puteranya, KH Fawaid Syamsul Arifin. Pengasuh yang disebut terakhir ini meninggal dunia dalam usia muda, lalu muncullah KH Azaim Ibrahimy sebagai penerusnya, yang tak lain adalah menantu sekaligus keponakan KH Fawaid.
“Setiap lebaran saya sowan ke Kiai Azaim. Di luar lebaran, juga kadang-kadang sowan. Kan sowan ke ulama tidak harus nunggu lebaran,” jelasnya.
H Rasyid adalah kader NU yang sukses meniti karir di birokrasi Pemerintah Kabupaten Jember. Ia ahli di bidang pertanian dan irigasi. Selama puluhan tahun ia menjadi Kepala Dinas Pengairan sebelum akhirnya menjadi Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Jember. Atas kerja kerasnya itu, iapun mendapat penghargaan dari Presiden Joko Widodo dalam bidang pengelolaan irigasi. (Aryudi AR).