Buleleng, NU Online
Semangat kebersamaan antarumat beragama terlihat nyata di desa Pejarakan kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng, Bali. Suasana harmonis ini bisa disaksikan saat perayaan Ogoh-Ogoh oleh umat hindu yang dikawal GP Ansor Pejarakan, Jumat (20/3).
<>
Para anggota GP Ansor Pejakaran bersama Pecalang menjaga setiap arak-arakan Ogoh-Ogoh. Arak-arakan ini mengelilingi desa dan berakhir di Sema (tempat pembakaran mayat/pengabenan).
Perayaan ini merupakan salah satu persiapan menjelang hari Nyepi yang jatuh pada Sabtu (21/3). Ogoh-Ogoh sendiri merupakan representasi dari Bhuta Kala yang digambarkan sifat-sifat negatif pada diri manusia. Setelah diarak keliling desa, semua ogoh-ogoh dibakar dengan harapan semua kejelekan juga ikut musnah.
Ketua GP Ansor Pejakaran Abdul Karim Abraham merasa bersyukur hidup di daerah yang sejak dulu mengutamakan perdamaian dari pada permusuhan.
“Para pendahulu kami, baik dari sesepuh Islam maupun Hindu, telah mengajarkan kami untuk hidup berdampingan dan saling menghormati. Sebuah ajaran yang kami jadikan batu tapal toleransi di sini,” kata Karim.
Menurut Karim, isu toleransi yang selalu dikampanyekan oleh kaum-kaum terpelajar tidak hanya mandeg di forum-forum diskusi dan seminar. Isu itu harus nyata dipraktikkan di dalam kehidupan.
“Menjalankan toleransi secara nyata memang tidak semudah mengeluarkan pendapat dalam forum, perlu konsistensi dan kesabaran. Kami GP Ansor akan siap setia menjalankan itu demi sebuah keharmonisan antarumat beragama,” tambah Karim.
Di Sabtu ini adalah puncak perayaan Nyepi di Bali. Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian, yakni Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelangunan. Umat agama lain termasuk Islam juga menghormati untuk tidak beraktivitas di luar rumah. (Abraham Iboy/Alhafiz K)