Daerah

IPNU-IPPNU Karanganyar Tampil Lebih Rapi

Ahad, 13 September 2009 | 08:32 WIB

Karanganyar, NU Online
Ada yang berbeda pada kegiatan Makesta yang diadakan PAC IPNU-IPPNU Karangpandan, 11 -12 September 2009 ini. Komentar bermunculan dari internal pengurus PC dan PAC saling memuji penampilan baru mereka sendiri yang lebih rapi.

Bahkan dalam acara resmi tersebut, hampir setengah dari pengurus PC IPNU Karanganyar mengenakan sarung, peci, dan jas IPNU. Demikian pula dari unsur PC IPPNU Karanganyar, seluruhnya menggunakan rok panjang, tidak ada yang memakai celana panjang.<>

Memang selama ini penampilan para pengurus tidaklah serapi ini. Beberapa pengurus, bahkan dalam beberapa acara resmi masih sering memakai celana jeans dan kaos oblong. Hanya dari unsur pengurus harian PC yang selalu tampil rapi. Demikian pula, dari unsur PC IPPNU, ketua PC IPPNU pun lebih enjoy menggunakan celana panjang dan beberapa pengurus lainnya.

Ternyata penampilan tersebut menjadi kegelisahan beberapa pengurus internal pengurus dua minggu yang lalu, dalam acara rapat internal checking akhir rangkaian kegiatan Romadlon PC IPNU-IPPNU Karanganyar di kantor PCNU.

Kegelisahan bermula dari seorang pengurus PC, Pepy (nama panggilan), yang mengkritik pengurus PC IPPNU yang lebih sering memakai celana panjang dan jarang memakai rok panjang. Berbagai argumen muncul, mulai dari pelajar tingkat SMP-SMA yang masih diwajibkan memakai rok ke sekolah, kepatutan budaya, hingga kesan kurang rapi dan menarik yang selama ini muncul.

Diskusi pun berbalik arah, sebab rata-rata pengurus PC IPPNU adalah aktivis PMII di STAIN Surakarta. Penampilan Pepy yang memakai celana jeans pun menjadi sasaran balik. Rapat pun tiba-tiba diputuskan berubah agenda menjadi diskusi internal yang seru dan menarik hampir lebih dari dua jam. Berbagai argumen fiqh keagamaan pun sempat mencuat ke permukaan.

Arif Amani, ketua PC IPNU Karanganyar pun angkat bicara, menurutnya secara fiqh memakai celana panjang atau rok bukanlah subtansi yang harus diperdebatkan, namun ia setuju kita harus meneladani Wali Songo berdakwah lewat nilai-nilai budaya. Memakai rok panjang bila lebih dekat dengan budaya ketimuran dan lebih positif bagi pencitraan organisasi harusnya perlu kita pertimbangkan masak-masak untuk diadopsi.

Terlihat, Anisaul Karimah, Ketua PC IPPNU Karanganyar sibuk membela diri namun menghargai kritik yang masuk. Akhir  cerita,  seluruh pengurus sepakat, rok atau celana penajang, jeans atau bukan jeans, dan lainnya adalah persoalan budaya semata. Selama memenuhi persyaratan menutup aurat dan mencegah bangkitnya syahwat, maka sah-sah saja.

Namun, budaya juga memiliki unsur karakter, boleh jadi suatu jenis pakaian merupakan identitas suatu komunitas dan kebudayaan tertentu. Sehingga memilih corak dan jenis pakaian pun menjadi penting. Sebaiknya, unsur budaya ketimuran dan pencitraan organisasi dikedepankan dalam acara-acara resmi.

Maka, diputuskan kepada seluruh pengurus untuk berpakaian yang menunjukkan karakter keislaman, bahkan memelihara identitas kultural nahdliyin dalam berbagai acara organisasi. Akhirnya, Pepy pun kena getahnya. Sebab, selama ini lebih sering memakai celana jeans dan kaos oblong.

“Pakaian seperti itu tidak bisa menunjukkan kita Islam atau Kristen” Arif Amani mengintruksi keras. “Seluruh pengurus boleh-boleh saja memakai jeans tapi harus memakai hem dan peci, demi pencitraan. Namun sebaiknya jeans dikurangi, dipakai di rumah saja”

Ternyata, dalam acara Makesta tersebut, keputusan tersebut dibuktikan, walau tidak ada intruksi lebih lanjut. Bahkan yang selama ini rajin memakai jeans pun, dengan percaya diri memakai sarung, peci dan jas IPNU dalam forum resmi MTs dan SMK Al-Huda I Karangpandan. “Kita NU dan salah satu buktinya adalah bangga dengan sarung,” salah seorang pengurus berargumen. (Pepy, Kholid, Janto)


Terkait