Daerah

Haul sebagai Sarana Mengingat Kematian

Selasa, 12 Juni 2018 | 09:00 WIB

Demak, NU Online
Peringatan haul merupakan salah satu upaya dan sarana betapa pentingnya mengingat kematian. Bahwa di kemudian hari kita semua juga akan meninggal dunia. Tinggal menunggu giliran saja.

Demikian tausiah yang disampaikan KH Zainuddin dari Kabupaten Grobogan pada peringatan Nuzulul Qur’an dan Haul KH Zabidi Ali ke-18 di serambi  Masjid Jami’ Baitul ‘Atiq Sunan Mumbul Morodemak, Bonang, Demak, Jawa Tengah, Senin (11/6).

Dalam penjelasannya, semakin mengingat kematian, kian membuat seseorang maksimal berbuat kebaikan. Karena, kebaikan tersebut akan menjadi bekal bagi hidup di akhirat nanti.

“Haul orang shaleh seperti ini perlu dilakukan supaya kita bisa meneladani kebaikan yang telah dilakukan beliau semasa hidup. Kita cari berkahnya,” ungkapnya.

Termasuk sebuah keberuntungan dan kemuliaan besar, orang yang wafat di bulan Ramadhan seperti banyak dialami para ulama dan aulia. “Dan KH Zabidi Ali kebetulan wafat di bulan suci ini. Harapan kita semoga barakahnya menyebar kepada masyarakat,” harapnya.

KH Zabidi Ali merupakan sosok yang berjasa besar bagi masyarakat Morodemak dalam dakwah pengembangan ilmu keislaman. Haul digelar dalam rangka meneladani kiprahnya. 

Hadir pada peringatan haul ini para ulama, pejabat perangkat desa serta ratusan jamaah yang memadati area serambi Masjid Jami’ Baitul ‘Atiq. Mereka membaca tahlil bersama yang dipimpin Kiai Sulhan Sofwan.

“Dzikra haul ini bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an,” kata Ustadz Ali Masyhar. 

Menurut salah seorang menantu dari almaghfurlah KH Zabidi Ali ini, kegiatan diawali dengan semaan Al-Qur’an bil ghaib 30 Juz, tafsir Al-Qur’an dan pengajian umum setelah Ashar. Kegiatan dipusatkan di masjid yang dipimpin para kiai secara bergiliran yang diikuti santri dan masyarakat sejak awal bulan Ramadhan. 

Sementara menurut sesepuh desa, KH Nashoha Aziz, sosok almarhum KH Zabidi Ali adalah kiai yang patut ditiru karena sangat menghormati sesama, perjuangannya istikamah pada jalan Allah. 

Rekam jejak KH Zabidi Ali menunjukan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Di samping cinta ilmu, juga dikenal bersahaja. Banyak usaha yang telah dilakukan, tapi tidak melakukan untuk diri sendiri atau untuk keluarganya.

Tidak banyak warisan yang ditinggalkan kiai ini untuk keluarganya. Yang dirasakan masyarakat umum yakni dalam bentuk warisan ilmu, nilai kesederhanaan, nilai kebersamaan, mementingkan kepentingan orang banyak. “Inilah hal yang juga patut kita teladani dari beliau,” tandasnya. (Ben Zabidy/Ibnu Nawawi)


Terkait