Surabaya, NU Online
Buku bertajuk “Meluruskan Doktrin MTA; Kritik atas Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur’an di Solo” karya Nur Hidayat Muhammad mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang resah dengan model dakwah salah satu kelompok muslim itu. Buku yang diterbitkan Muara Progresif Surabaya itu kini dicetak ulang dengan kemasan lebih menarik.<>
Buku itu memuat sejumlah fakta penyelewengan ajaran dan praktik MTA ini pertama kali diterbitkan pada bulan Januari lalu. Pada buku ini dijlentrehkan keberadaan MTA, pemikiran, akidah, fikih dan tradisi yang dilakukan mereka. Juga sejumlah bantahan atas beredarnya selebaran dari MTA yang tidak bertanggungjawab atas sejumlah amaliah warga NU.
“Ternyata buku ini mendapatkan apresiasi dan sambutan yang luar biasa dari pembaca,” tandas Direktur Penerbit Muara Progresif, Tirmidzi Munahwan kepada NU Online, Kamis (18/7).
Apalagi promosi keberadaan buku ini juga memanfaatkan media sosial, webisite maupun resensi di sejumlah media cetak dan elektronik. Belum lagi beberapa bedah buku dan diskusi terbatas yang menghadirkan sang penulis. “Semua menjadi media efektif dalam memperkenalkan buku ini,” tandas alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Dengan tingginya permintaan pembaca, maka buku tersebut akhirnya bisa cetak ulang. “Cetakan kedua terbit bulan Juni kemarin,” katanya.
Peminat buku ini dari berbagai wilayah di tanah air. “Untuk kali ini permintaan cukup tinggi dari wilayah sekitar kota Solo,” terangnya.
Rupanya, warga dan fungsionaris NU di daerah tempat MTA tinggal yakni Solo Jawa Tengah justru ingin kian penasaran dengan keberadaan MTA ini. “Dari yang awalnya acuh tak acuh, akhirnya berubah penasaran dan berkenan untuk memiliki buku ini,” kata Tirmidzi Munahwan.
Untuk cetakan kedua, buku ini mengalami perbaikan. “Ukuran buku sekarang menjadi 14,5 x 21 cm dengan 167 halaman,” katanya. Demikian juga ada perubahan desain pada cover, baik warna dan komposisinya. “Agar lebih menarik lah,” katanya sumringah.
Kelebihan lain dari cetakan kedua adalah dicantumkannya bantahan fatwa MTA yang menggugat amal warga NU. Demikian juga jawaban atas komentar pimpinan MTA, Ustadz Ahmad Sukino yang disiarkan lewat radio MTA FM serta media internet.
Di luar kepentingan promosi, Tirmidzi Munahwan mengharapkan akan banyak buku pencerahan dan pengokohan kepada amaliah warga NU yang semakin tersudut. Disamping lantaran tidak cukup banyak para kiai dan santri yang bisa menjangkau daerah terpencil. Padahal di wilayah tersebut kian banyak gugatan terhadap sejumlah amaliah warga.
“Perlu ada perhatian khusus dan dicarikan formula terbaik agar kemunculan kelompok seperti MTA dapat diminimalisir, atau dihilangkan sama sekali,” tandasnya. “Pada saat yang sama, fungsionaris dan warga NU harus terus diberikan pemahaman yang mendalam terhadap amaliah yang selama ini dikerjakan dan menjadi tradisi,” pungkasnya.
Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar saat memberikan khutbah iftitah pada pembukaan Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur beberapa waktu lalu mengingatkan para kiai dan aktifis untuk mewaspadai dengan seksama sejumlah kejadian terkait pendangkalan akidah.
Kiai Miftah menandaskan bahwa di sejumlah daerah, rongrongan terhadap akidah umat itu nyata terjadi. Dan secara spesifik, Kiai Miftah menyebut Majlis Tafsir Al-Qur’an atau MTA yang saat berdakwah kerap meresahkan.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaifullah