Daerah

Beban Sosial Anak Yatim Tanggung Jawab Bersama

Selasa, 11 Oktober 2016 | 11:30 WIB

Jember, NU Online

Nestapa anak yatim dan  anak terlantar tidak hanya menyayat luka bagi yang bersangkutan, tapi juga menimbulkan  persoalan krusial, dan itu harus  ditangani bersama secara cepat. Sebab jika tidak, hal tersebut akan menjadi beban sosial yang tak pernah putus. 

Demikian diungkapkan Wakil Sekretaris PCNU Jember, Ustadz Moch. Eksan saat menyampaikan ceramahnya dalam acara Pengajian Umum dan Santunan Anak Yatim di Dusun Krajan, Desa Rejosari, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur Senin (10/10).

Dalam pengajian yang dihelat untuk menyambut tahun baru Hijriyah tersebut, Ustadz Eksan menekankan pentingnya menyantuni anak yatim dan terlantar, lebih-lebih di bulan muharram. Sebab, mereka jadi anak yatim dan terlantar bukan karena kemuannya sendiri tapi kebanyakan jadi korban dari pihak lain. 

“Bulan Muharram ini adalah ‘idul yatim. Bulan yang disunnahkan bagi umat Islam untuk menyantuni anak yatim. Pada 10 Asyura’ selain kita disunnahkan berpuasa, juga disunnahkan mengusap anak yatim sembari menyantuninya,” tukasnya.

Sekadar diketahui bahwa Malang Selatan, termasuk Desa Rejosari merupakan daerah yang warganya cukup banyak mengadu  keberuntungan dengan bekerja sebagai TKI di luar negeri.

Menutu Ustadz Eksan, bekerja dan mencari kerja di manapun tidak dilarang asalkan halal. Apalagi dengan niat untuk memenuhi nafkah keluarga. Namun yang juga penting adalah menjaga keutuhan rumah tangga. Sebab, tidak elok jika niatnya mencari nafkah keluarga, tapi pada akhirnya justru keluarganya berantakan. 

“Kalau rumah tangga kocar-kacir, yang jadi korban tentu adalah anak-anaknya. Kasihan,” jelasnya.

Seraya mengutip data Dinas Sosial, pentolan IPNU Jember itu menyebut bahwa  Ponorogo, Tulungangung dan Malang merupakan daerah-daerah  yang TKI-nya cukup besar  di Jawa Timur. Kenyataannya, di daerah-daerah yang tinggi kaum urbannya, tingkat perceraiannya juga tinggi. Hal tersebut seakan akan menggambarkan bahwa bekerja di luar negeri mempunyai keterkaitan dengan kerapuhan rumah tangga. 

“Jadi bekerja di  luar negeri sesungguhnya resikonya sangat besar. Tapi karena itu sudah jadi pilihan, maka resiko itu wajib diminimalisir. Karena semakin banyak perceraian, semakin banyak pula anak yatim sosial dan terlantar, dan itu semua menjadi beban kita bersama,” urainya. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)



Terkait