Tangerang Selatan, NU Online
Tak sedikit orang yang termakan isu berita bohong (hoaks). Hal ini bukan hal baru di negeri ini. Hulunya terdapat pada lembaga pendidikan yang melatih orang bekerja, bukan berpikir.
“Harusnya sekolah itu melatih orang untuk berpikir,” kata Makyun Subuki, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ditemui NU Online di Pamulang, Tangerang Selatan, Ahad (5/1).
Sekolah sampai hari ini, katanya, didesain untuk melahirkan kuli. Hal ini bisa dilihat dari promosi mereka yang menunjukkan bahwa lulusannya dapat bekerja di beberapa lembaga ataupun perusahaan yang disebutkan.
Orang di dalam lingkungan pendidikan itu, menurutnya, jarang dilatih untuk membaca. Siswa, misalnya, diberikan bahan bacaan dan diminta untuk mengamati betul-betul bacaannya, serta mengulas hasil bacaannya itu. Tak ayal mereka hanya menerima perintah.
“Sekolah kita itu industri untuk mengabdi kepada pabrik, entah itu politik, media,” ujar alumnus Pondok Pesantren Al-Shiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta itu.
Mahasiswa hari ini juga, lanjutnya, mengerjakan tugas dari sumber yang tidak jelas. Bahkan dosennya pun demikian, katanya.
“Secara antropologis memang sudah dilatih menerima berita bohong,” ujarnya.
Padahal, Makyun mengungkapkan bahwa demokrasi itu harus berjalan di atas nalar, sementara bangsa Indonesia enggan berpikir. Jadilah mereka malas mengecek faktanya selain diakibatkan dari minat bacanya yang juga rendah.
“Sebagian besar calon pemilih malas memverifikasi fakta,” ucapnya.
Jika lembaga pendidikan masih berdesain demikian, katanya, 10 tahun ke depan, belum tentu Indonesia dapat berubah ke arah yang lebih baik. (Syakir NF/Abdullah Alawi)