Bahtsul Masail

Janin Keguguran Jadi Tabungan Surga bagi Orang Tua?

Rabu, 10 Juli 2024 | 16:00 WIB

Janin Keguguran Jadi Tabungan Surga bagi Orang Tua?

Janin keguguran sebagai tabungan surga bagi orang tua (freepik).

Assalamu'alaikum wr wb. Afwan, mohon bertanya tentang janin yang masih berusia 7 minggu ketika keguguran, apakah ia kelak menjadi tabungan surga bagi orang tuanya? Terima kasih atas jawabannya. (Fitria Cahaya)
 

Jawaban

Waal'aikumussalam wr wb. Penanya dan pembaca NU Online yang dirahmati Allah. Semoga Allah swt membahagiakan kita semua di dunia dan akhirat kelak. Amin. 
 

Ungkapan 'tabungan surga' sangat akrab di telinga kita. Yakni ungkapan yang ditujukan kepada orang yang anaknya meninggal agar ia tabah dan sabar menerima musibah terberat yang dialami. 
 

Ungkapan 'tabungan surga' dalam arti tabungan pahala bagi orang tua yang menerima musibah kematian buah hatinya dengan sabar dan ikhlas.
 

Ungkapan ini sebenarnya merujuk pada hadits yang menjelaskan tentang kesabaran atas kematian sang buah hati. Sebenarnya hadits tentang keutamaan ini sangat banyak, di antaranya adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dari Abi Musa al-Asyari, Rasulullah saw bersabda: 
 

إذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. فَيَقُولُ: أَقَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. فَيَقُولُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: حَمِدَك وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْد
 

Artinya, "Ketika anak seorang hamba meninggal, Allah Ta'ala berkata kepada malaikat-Nya: 'Apakah kalian telah mengambil nyawa anak hamba-Ku?' Mereka menjawab: 'Ya.' Allah berkata: 'Apakah kalian telah mengambil buah hati hamba-Ku?' Mereka menjawab: 'Ya.'
 

Allah berkata: 'Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku?' Mereka menjawab: 'Ia memuji-Mu dan mengucapkan istirja' (Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un).' Allah Ta'ala berkata: 'Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namakan rumah itu dengan nama Baitul Hamd (Rumah Pujian)." (HR At-Tirmidzi, dan beliau menilai sanad hadits ini berstatus hasan).
 

Dalam hadits lain dijelaskan bahwa anak yang meninggal dapat menolong ibunya masuk ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda:
 

وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّ السِّقْطَ لَيَجُرُّ أُمَّهُ بِسُرَرِهِ إلَى الْجَنَّةِ إذَا احْتَسَبَتْهُ
 

Artinya, "Demi Dzat yang jiwaku berada di genggamanya, sesungguhnya janin yang keguguran akan membawa ibunya ke dalam surga dengan ari-arinya, apabila ibunya mengharap pahala dari Allah (dengan musibah tersebut)." (HR Ibnu Majah).
 

Fokus pada pertanyaan, apakah janin yang baru berusia 7 minggu ketika keguguran kelak akan menjadi tabungan surga bagi orang tuanya? 
 

Dua hadits di atas menggunakan redaksi yang berbeda. Hadits pertama menggunakan redaksi "walad" sedangkan hadits kedua menggunakan redaksi "as-siqthu". Kata as-siqthu dalam bahasa Arab biasanya diartikan dengan bayi yang lahir sebelum waktunya, yakni minimal usia enam bulan. 
 

Dalam pembahasan fiqih, as-siqthu berkaitan dengan wajib dan tidaknya menshalatkannya seperti jenazah dewasa. Syekh Nawawi Banten berkata: 
 

أما النَّازِل بعد تَمام الْأَشْهر وَهُوَ سِتَّة أشهر فكالكبير مُطلقًا وَإِن نزل مَيتا وَلم يعلم لَهُ سبق حَيَاة وَقَالَ الشبراملسي وَإِن لم يظْهر فِيهِ تخطيط وَلَا غَيره حَيْثُ علم أَنه آدَمِيّ إِذْ هُوَ خَارج من تَعْرِيف السقط وَخرج بِالسقطِ الْعلقَة والمضغة لِأَنَّهُمَا لَا يسميان ولدا فيدفنان ندبا من غير ستر
 

Artinya, "Adapun janin yang lahir setelah enam bulan sempurna, maka hukumnya seperti orang dewasa secara mutlak, meskipun lahir dalam keadaan meninggal dunia dan tidak diketahui sebelumnya ada tanda-tanda kehidupan.
 

Al-Syubramalisi berkata: 'Meskipun belum tampak bentuknya (takhthith) yang jelas ataupun tanda-tanda lainnya, jika sudah diketahui bahwa itu adalah manusia, maka ia keluar dari definisi janin yang gugur (as-siqthu).
 

Dikecualikan dari istilah janin gugur (as-siqthu) adalah 'alaqah (zigot) dan mudghah (embrio) karena keduanya tidak disebut sebagai anak.' Karena itu, mereka disunahkan dikuburkan tanpa perlu ditutupi kain kafan." (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr], halaman 156). 
 

Dengan penjelasan ini maka janin yang baru berusia 7 minggu yang berbentuk manusia sempurna, masih berbentuk embrio, juga belum ada ruhnya tidak dapat disebut sebagai as-siqthu, yang artinya janin yang keguguran pada usia kehamilan 7 minggu tidak masuk dalam hadits di atas. 
 

Namun demikian, menurut penulis bukan berarti orang tua yang janinnya keguguran di usia kehamilan 7 minggu tidak mendapatkan tabungan pahala atas musibah yang dialaminya. Sebab pada dasarnya yang menjadikan pahala musibah begitu besar bukan karena musibahnya, melainkan kesabarannya, Sebagaimana penjelasan Imam Al-Munawi dalam menjelaskan hadits pertama di atas: 
 

أخذ من تسميته به أن الأسقام والمصائب لا يثاب عليها لأنها ليست بفعل اختياري بل هو على الصبر وهو ما عليه ابن السلام وابن القيم. قالا: فهو إنما نال ذلك البيت بحمده واسترجاعه لا بمصيبته
 

Artinya, "Dari penamaan (rumah di surga) ini, diambil kesimpulan bahwa penyakit dan musibah itu sendiri tidak diberi pahala karena bukan merupakan perbuatan yang bersifat kemauan sendiri (ikhtiyari). Tetapi pahala itu diberikan karena kesabarannya. Ini adalah pendapat Ibnus Salam dan Ibnul Qayyim.
 

Mereka berkata: 'Ia hanya memperoleh rumah itu (di surga) karena memuji Allah dan mengucapkan istirja', bukan karena musibahnya." (Zainuddin Muhammad Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Mesir: Maktabah At-Tijariyah, 1358 H), juz I halaman 129). 
 

Penjelasan ini menekankan bahwa pahala besar diberikan bukan semata-mata karena adanya musibah, melainkan karena sikap sabar dan pujian kepada Allah yang dilakukan seseorang dalam menghadapi musibah tersebut.
 

Walhasil, orang tua yang mengalami keguguran janinnya yang masih berusia 7 minggu tetap akan mendapatkan pahala besar di akhirat kelak, jika ia sabar, tabah, dan ikhlas menerima musibah yang dialami. Yaitu dengan mengembalikan semuanya kepada Allah (istirja') dan tetap memuji Allah. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu a'lam.
 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo