Warta

Waspadai Kampanye Negatif dan Dana Fiktif

NU Online  ·  Senin, 16 Agustus 2004 | 18:58 WIB

Jakarta, NU Online
Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) H.M. Rozy Munir menegaskan menjelang pemilu presiden putaran kedua ada beberapa hal perlu diwaspadai yakni masih akan adanya kampanye negatif yang saling menjelekkan pasangan capres dan cawapres dan soal dana kampanye dari penyumbang fiktif.

"Hal ini bisa saja dilakukan oleh pihak diluar pasangan calon dan tim kampanye masing-maing capres dan cawapres, karena ingin membuat situasi pemilu terganggu, sehingga akan mencederai proses demokratisasi." Pernyataan ini diungkapkan Rozy Munir kepada NU Online, di Jakarta, selasa (17/08)

<>

Menurut Rozy Munir, saat ini ada beberapa daerah yang rawan dan bisa menyulut konflik atau kekerasan antara lain NTT, Tapal Kuda, daerah Pantura, Solo, Poso, Maluku, Papua dan Sulawesi Selatan. Kerawanan ini terjadi karena adanya pendukung yang sangat fanatik kepada pasangan calon tertentu atau memang daerah-daerah tersebut berdasarkan pengalaman pemilu yang lalu maupun pemilu tahun 2004 sering terjadi konflik. "Apalagi sekarang kompetisi terakhir pemilu, karena itu perlu ditingkatkan upaya dari semua pihak agar dapat menjaga supaya pemilu tetap berjalan Luber dan Jurdil dan dilakukan secara santun, tertib dan edukatif," tegasnya.

Karenanya, lanjut Rozy penetapan aturan kampanye selama tiga hari yang intinya memperdalam misi, visi dan program pasangan calon yang dilakukan dengan cara debat calon di media, maupun melalui iklan dan bukan pengerahan massa adalah relevan. "Tidak ada alasan mengenai pendeknya waktu, karena pada putaran pertama masing-masing kandidat telah diberikan cukup waktu untuk kampanye (waktu kampanye 30 hari-red ) dan aturan jadwal kampanye pada putaran kedua telah diketahu sebelumnya. Berati bagi yang lolos pasti sudah menyiapkan rencana strategis untuk menyikapinya," tegas anggota Panwaslu yang juga Ketua PBNU ini.

Hal lain yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah soal dana kampanye dari penyumbang fiktif yang dapat  menimbulkan masalah bagi pasangan calon maupun tim kampanye, karena merupakan pelanggaran terhadap aturan main pemilu.Hal ini sesuai pasal 45 ayat 1 butir b UU Pilpres 23/2003. Disebutkan, pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya.

Ketika ditanya soal sanksi bagi kandidat atau tim kampanye yang melakukan pelanggaran pemilu apakah dapat di proses lebih lanjut oleh panwaslu. Rozy Munir mengatakan tergantung seberapa berat pelanggarannya dan apakah sudah sesuai dengan regulasi yang terbaru dari KPU. Yaitu memenuhi kelima unsur secara akumulatif, pertama penyampaian visi, misi, kedua penyampaian program dilakukan oleh pasangan calon atau ketiga penyampaian program oleh tim kampanye (jurkam), keempat mempengaruhi sebesar-besarnya pemilih dan kelima dilakukan pada jadwal waktu kampanye. "Jika tidak memenuhi kelima unsur ini dalam suatu pelanggaran akan sulit untuk menindaknya, berbeda dengan pemilu legislatif, satu kasus saja pemicunya bisa langsung ditindak," paparnya.

Contohnya kasus VCD Banjarnegara, meskipun terdapat adanya pemberian uang untuk mempengaruhi pemilih kemudian dilakukan diluar jadwal kampanye namun tidak bisa diproses karena tidak memenuhi kelima unsur tersebut. "Namun secara fakta panwaslu menemukan adanya pelanggaran asas pemilu tentang aparat pemerintah yang tidak jujur dan adil, dan ini merupakan pelanggaran serius," tegasnya

Kemudian, kasus terbaru soal pernyataan dukungan Mendagri kepada Megawati di hadapan penerima anugerah teladan beberapa waktu lalu. Menurutnya secara kasat mata pernyataan Mendagri itu sudah termasuk kategori kampanye untuk pasangan calon tertentu. Tetapi secara yuridis formal, pernyataan itu tidak termasuk dalam kategori kampanye sebagaimana didefinisikan dalam surat keputusan KPU tentang Kampanye Pemilu.

Anggota Panwaslu yang ahli demografi ini mengaku, lembaganya tidak bisa berbuat apa-apa karena batasan-batasan kampanye sudah diatur. Karena itu, Panwaslu hanya bisa mengimbau kepada aparat pemerintah supaya tidak berkampanye untuk pasangan calon tertentu. "Panwas hanya bisa mengimbau. Kami tidak bisa menindak," ungkap Rozy.

Untuk itu, Panwaslu tetap mengingatkan agar aparat pemerintah tetap netral baik kepolisian, TNI bahkan penyelangara pemilu seperti KPU dan Panwaslu serta pejabat yang lain. "Karena masyarakat sekarang semakin kritis dan jika aparat penegak hukum terbukti melakukan pelanggaran akan mudah di ketahui masyarakat luas tentang netralitasnya," demikian im