Semakin berkembangnya jaman dan banyaknya aliran, apalagi dengan Islam Transnasional, membuat kalangan para ulama ikut khawatir dengan keadaan umat yang paling bawah, yakni masyarakat awam di pedesaan karena kebanyakan mereka adalah nahdliyin yang masih mudah dipengaruhi oleh aliran baru.<>
“Sekarang ini banyak bermunculan aliran, ada yang mengaku sebagai nabi bahkan mengaku sebagai Jibril atau Roh Kudus. Ada pula yang memakai istilah yang biasa digunakan oleh Nahdliyin, tapi sebenarnya mereka bukan ahlussunah wal jamaah. waspadai istilah salaf dan salafi,“ kata KH Tokhawi Said Masykur, pengasuh pondok pesantren Al-Ikhsan Kabunan Slawi Tegal dalam acara peringatan tahun baru Islam dan santunan anak yatim belum lama ini, di masjid agung desa Kebasen kecamatan Talang kab Tegal.
Istilah Salaf, lanjut KH Tokhawi, itu merujuk pada ulama periode setelah pengikut para Tabiin atau Tabiittabiin,sebelum ulama kholaf. Sedang istilah Salafi adalah kelompok/aliran yang kadang di gunakan oleh mereka yang ujung-ujungnya mengharamkan tradisi warga NU seperti tahlil, membaca maulid atau marhabanan, ziarah kubur dll. Jadi jangan terjebak istilah Salafi yang punya ciri-ciri seperti itu yang kelihatanya adalah produk pesantren.
“Walaupun mereka menggunakan istilah salaf, tapi kalau sudah mengharamkan amalan yang biasa dilakukan oleh Nahdliyin, jangan ikuti dan waspadai, baik anak-anak kita atau generasi muda kita,” katanya mengingatkan kepada jamaah yang memadati pelataran masjid agung Baitusolihin Kebasen.
Dalam pandangan KH Tokhawi, kalau orang sudah masuk aliran aliran baru di luar NU, kembali ke Nahdliyin lagi itu sulit. Bahkan banyak pula yang meninggalkan keluarga, orang tua, demi mengikuti aliran atau ajaran tersebut. Lebih parah lagi banyak dari mereka yang menganggap orang tua dan keluarganya telah kafir sehingga pantas untuk ditinggalkan.
“Jadi perlu kami sampaikan disini, agar Nahdliyin di tingkat awam, di kampung-kampung tidak terjerumus dengan istilah Salaf. Memang sebenarnya istilah itu milik kita untuk menyebut para ulama sebelum ulama kholaf. Tapi belakangan ini istilah Salaf banyak digunakan untuk menarik kalangan pesantren atau santri yang biasanya mengikuti ulama salaf agar mengikuti kelompok mereka yang notabenya bukan Nahdliyin,” tandasnya.
KH Tokhawi berharap warga NU untuk selalu waspada dengan banyaknya aliran. Kalau itu sudah menyimpang dengan apa yang sudah digariskan oleh Hadratusyaikh, terkait ahlussunah wal jamaah, maka cepat-cepatlah untuk dijauhi. Istilah Salaf dan jamaah hijrah sering membuat tertarik dengan mereka.
“Memang kalau merujuk hijrah nabi dari Mekah ke Madinah itu baik sebagai strategi perjuangan dalam fathu Makkah, tapi kalau sekarang ada yang mengajak berhijrah dengan berjalan-jalan dari masjid ke masjid, mushola ke mushola, itu perlu diwaspadai. Lihat dulu apa isi ajaranya. Apalagi kalau mengajak pendirian negara Islam Indonesia atau khilafah Islam, “ tandas kiai. (tth)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
2
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
3
Amalan Penting di Permulaan Bulan Dzulhijjah, Mulai Perbanyak Dzikir hingga Puasa
4
Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hari Spesial di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persahabatan Sejati, Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Kelola NU Laksana Pemerintahan, PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan
Terkini
Lihat Semua