Jember, NU Online
Warga NU tidak boleh meninggalkan peranya di tengah-tengah masyarakat. Sebab, jika peran itu ditinggalkan, lambat atau cepat akan diambil alih oleh kelompok lain. Betapa pun kecilnya peran itu, harus tetap dipertahankan, dan dikembangkan demi tumbuh dan lestarinya NU.
Demikian ditegaskan Rais Syuriyah PCNU Jember KH Muhyiddin Abdusshomad saat memberikan wejangan dalam rangka halal bihalal pengurus NU Jember di pondok pesantren Darul Arifin, Curah Kalong, Kec. Bangsalsari, Kabupaten Jember, Ahad (18/9).
<>
Menurut Kiai Muhyiddin, saat ini banyak kelompok lain yang bermetamorfosa sebagai waga NU dengan menggelar acara-acara dan tradisi yang biasa dilakukan warga NU, sehingga masyarakat mengira hal tersebut dipelopori warga NU. “Padahal mereka bukan warga NU, dan karenanya lama kelamaan mereka menyelipkan faham yang sesungguhnya, yang jauh bertentangan dengan ajaran NU,” tukasnya.
Ia menambahkan, saat ini kelompok lain mulai mendekati masyarakat dengan mengembangkan tradisi yang biasa tumbuh di lingkungan setempat. Misalnya yasinan, rukun kifayah, seni hadrah bahkan pencak silat.
Diakui Kiai Muhyiddin, secara budaya memang tidak banyak berbeda dengan yang dilakukan warga NU, sehingga masyarakat menyangka itu sebagai bagian dari tradisi yang dikembangkan oleh para tokoh NU. Padahal sesunggunya mereka punya misi terselubung. Yaitu menyebarkan faham yang mereka anut.
“Di beberapa daerah pendekatan model ini sudah terjadi. Biasa, pertama mereka tabu berbicara paham, tapi lama kelamaan kita bisa digusur. Jadi tolong jangan tinggalkan seni hadrah, yasinan dan sebagainya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PCNU Jember dalam pengarahannya menandaskan pentingnya warga NU untuk merapatkan barisan guna menghadapi dua tantangan ekstrim. Yaitu ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Dikatakannya, dewasa ini banyak gerakan radikal yang coba menggerus tradisi NU. Sasarannya adalah warga NU yang pengetahuannya tentang NU dan Aswaja sangat tanggung. Sehingga mereka mudah dikelabui, yang akhirnya pindah dalam kelompok yang berseberangan dengan NU.
“Mereka akhirnya menjelek-jelakkan NU seraya mengaku pernah lama menjadi anggota NU. Ini berbahaya,” jelasnya.
Sedangkan tantangan dari sisi ekstrim kiri, tukasnya, warga NU dihadapkan pada semakin merejalelanya kelompok-kelompok atau gerakan yang berbau leberalisme. Sasarannya intelekktual NU yang kurang kokoh dasar ke-NU-annya.
“Ini semua harus kita waspadai, karena sama bahayanya dengan radikal kanan,” seru Gus A’ab --sapaan akrabnya— yang juga tuan rumah di pesanstren tersebut.
Acara halal bihalal itu sendiri, dihadiri sektiar 1000 pengurus NU, mulai dari tingkat ranting sampai pengurus cabang. Hadir juga dalam kesempatan itu, KH Muchit Muzadi yang sempat memberikan ceramah seputar makna halal bihalal.
Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Aryudi A Razaq
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
2
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
3
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
4
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
5
Khutbah Jumat: Menolong Sesama di Tengah Bencana
6
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
Terkini
Lihat Semua