Warta

Visi Kebangsaan NU, Modal Sosial Membangun Indonesia

NU Online  ·  Selasa, 20 Januari 2004 | 08:55 WIB

Jakarta, NU Online.
Peranan Nahdlatul ulama (NU) sebagai organisasi islam terbesar sangat penting untuk menjadi kekuatan pengimbang di tengah menguatnya tuntutan pemberlakuan Syariat Islam yang dikemukakan sejumlah kelompok di beberapa daerah di Indonesia beberapa waktu lalu” demikian komentar Christoper Candland Ph D, saat ditanya oleh NU Online (14/1),  menjawab kecendrungan beberapa daerah di Indonesia yang menginginkan pemberlakuan Syariat Islam.

Assistant professor di Wellesley College AS dalam bidang Ilmu Politik Asia Selatan menambahkan bahwa kontroversi yang rentan terjadi di negara dimana mayoritas penduduknya memeluk Islam semacam ini, menarik untuk diamati, setidaknya bila orientasi mereka yang ingin memberlakukan syariat Islam karena motivasi meniru   model negara di Timur Tengah

<>

Lebih lanjut alumni University of Columbia ini menjelaskan, Pakistan merupakan salah satu contoh yang tepat untuk kasus kontroversi semacam itu. Elan dasar pendirian "republik Islam" ini, sebetulnya bukan terartikulasikan berdasarkan gagasan pendirinya, Muhammad Ali Jinnah. Dia menegaskan Pada awal pendirian Pakistan bukan dimaksudkan untuk menjadi Negara Islam, tapi negara untuk orang Islam, yang telah didiskriminasi secara politik oleh India, sebelum menjadi negara tersendiri. Sehingga kehendak komunitas muslim  sebagai bangsa yang terpisah dari anak benua India segera diwujudkan.

“Kehidupan negara baru tersebut awalnya mengandaikan kebebasan menjalankan agama bukan hanya untuk agama Islam tapi juga umat Hindu, Budha dan lainnya yang hidup bersama mayoritas Islam di Pakistan ketika itu, Tapi klaim yang muncul memang berbeda. Pada umumnya orang menganggap Pakistan didirikan untuk negara Islam. Ini yang penting untuk diketahui oleh umat islam,“ papar suami aktivis PMII UNAIR, Nur Jannah ini saat berkunjung ke Kantor Redaksi NU Online.

Adapun terbentuknya Republik Islam Pakistan sebetulnya terjadi pada masa pemerintahan Zia ul-Haq tahun 1978, yang secara ideologis di dukung oleh gerakan Jamaati al-Islam, Sebuah organisasi modern yang didirikan oleh al-Maududi, setelah presiden Zia ul-Haq memberi referendum kepada rakyat Pakistan.

“Memang negara ini mengalami kesulitan serius dalam mendefinisikan keislamannya. Perdebatan-perdebatan yang berkepanjangan dalam Majelis Konstituante terjadi secara serius, yaitu antara kelompok yang pro negara islam yaitu kaum muslim modern dan yang kontra berdirinya negara islam yaitu kaum muslim tradisional” tegas pengamat asing yang beberapa kali hadir di muktamar NU.

Di akhir pembicaraan, Christoper mengharap banyak terhadap NU, yang selama ini dikenal sangat gigih merawat nilai kebangsaan dengan peneguhan Pancasila sebagai asas tunggal negara Indonesia pada Muktamar Situbondo tahun 1984.NU hendaknya tetap konsisten mempertahankan sikap ini, kekuatan NU adalah niscaya sebagai organisasi Islam terbesar tapi punya visi kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi, bagi NU paham kebangsaan Indonesia adalah final, Biarlah Islam menjadi rahmatan lil alamien, tidak harus diformalkan menjadi negara (alf/AA).