Warta

UU Hak Cipta Disahkan, Tapi Pembajakan Masih Merajalela

Sen, 11 Agustus 2003 | 12:16 WIB

Jakarta, NU Online
Pembajakan kaset, CD, VCD, dan Buku di Indonesia kian marak saja dari tahun ke tahun. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, sebab tindakan pembajakan tersebut jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap hak cipta yang merupakan hak eksklusif pencipta atau penerima hak. Konsekuensinya, setiap penggandaan haruslah dengan seizin pemegang hak cipta.

Setelah UU Hak Cipta No 19 Tahun 2002 telah disahkan 29 Juli lalu dan esoknya dilakukan beberapa operasi terhadap kaset-kaset VCD bajakan di berbagai Mall, pusat perbelanjaan,  namum saat ini sudah tidak terdengar lagi beritanya, satu operasi yang hanya bersifat "hangat-hangat tahi ayam," hanya momentum sesaat saja.

<>

Hal ini menambah deretan panjang UU yang hanya sekedar macan ompong, yang dalam pembuatannya telah membuat keributan luar biasa, tetapi implementasinya sangat kurang sehingga semakin menunjukkan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang munafik.

Jika Indonesia dapat melaksanakan UU tersebut, Indonesia dapat menjadi sebuah bangsa yang terhormat dalam kaitan dengan produk intelektual karena dengan dijalankannya UU ini, Indonesia menghargai kreatifitas anak bangsanya.

Hak cipta sendiri merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Aturan hukum terbaru yang mengatur tentang hak cipta adalah UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta (UUHC) yang telah berlaku tanggal 29 Juli 2003. UU itu merupakan penyempurnaan dari UU No.12/1997 tentang Hak Cipta. Menurut UUHC, semua bentuk ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra termasuk di dalamnya lagu atau musik dengan atau tanpa teks, merupakan ciptaan yang dilindungi serta berlaku selama si pemegang hak cipta hidup, sampai dengan 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia.

Tidak adanya penghargaan terhadap kreatifitas bangsa membuat anak bangsa menjadi orang yang tidak kreatif, bangsa yang hanya menjadi konsumen terhadap produk-produk asing dan berusaha mencurinya dengan cara yang mudah dan murah.

Dalam jangka pendek hal ini tampak menguntungkan karena memperoleh satu produk dengan harga murah, tetapi dalam jangka panjang ini merupakan suatu proses pembodohan terhadap satu bangsa.

Saat ini produk-produk yang banyak dibajak adalah kaset dan software komputer, serta buku di samping produk lain seperti pakaian, tas, dll dengan membuat berbagai merek palsu seperti celana Levi’s, tas Gucci, dll.

Keluhan-keluhan terhadap pembajakan tersebut sudah berulangkali dilaksanakan oleh berbagai penyanyi, produsen pakaian, dan penulis, namun demikian sampai saat ini tidak ada tindak lanjunya dari pemerintah.

Penulis Populer Indonesia Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa pembajakan terhadap karya-karyanya saat ini sangat parah, baik yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negari ketika ditemui NU Online dalam acara dialog di LP3ES untuk memperingati hari kemerdekaan.

Sebagai salah satu penulis yang bukunya paling laris di Indonesia dengan tetralogi dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing, bahkan diusulkan untuk mendapat hadiah Nobel, ini merupakan suatu karya yang monumental, akan tetapi bangsa sendiri belum menghargainya. 

'Tetralogi Buru' - terdiri dari Bumi Manusia (novel ini pernah dinilai Gus Dur sebagai salah satu dari dua novel terbaik di Indonesia), Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca -, yang telah membuat nama Pram menggema. Hingga Komite Utama Fukuoka Asian Culture Prizes (FACP) ke-11 kemudian menasbihkannya sebagai karya terbaik yang berhak mendapatkan Penghargaan Utama.

Dalam kesempatan  itu Pram mengatakan “Saya tidak akan membayar pajak karena pemerintah sendiri tidak melindungi karya saya,” mengungkapkan kekesalannya atas  tidak adanya penghargaan terhadap karya yang dihasilkan dalam waktu yang sangat panjang dan melelahkan.

Jadi proses untuk menjadi sebuah bangsa yang beradab dan menghormati karya anak bangsanya sendiri masih membutuhkan proses yang panjang dan melelahkan, tidak sekedar dalam pembuatan Undang-Undang saja, tapi termasuk perubahan mental dan budaya instant bangsa ini.(mkf/cih)