Warta PENEGERIAN MADRASAH

Tolhah Hasan: Jangan Sampai Kekayaan Kita Habis

NU Online  ·  Kamis, 17 September 2009 | 04:13 WIB

Jakarta, NU Online
Wakil Rais Aam PBNU KH Tolhah Hasan menyadari kualitas madrasah yang dimiliki dan dikelola oleh warga NU dibawah bimbingan Maarif NU sangat beragam, mulai dari yang sangat maju sampai yang sangat terbelakang. Upaya penegerian yang dilakukan oleh pemerintah harus melihat kualitas yang dimiliki madrasah tersebut, jangan sampai yang sudah baik malah yang diambil alih.

“Kalau yang dinegerikan yang banyak kesulitan dan kita tidak bisa menjangkau secara kualitatif, saya kita perlu dipertimbangkan. Sebab ada beberapa madrasah kita yang kalau dikembangkan hanya dengan menyandarkan diri pada potensi umat, baik karena jauhnya tempat atau karena keterbatasan, sulit rasanya berkembang. Tetapi banyak madrasah kita yang sudah eksis, betul-betul berkembang, yang begini jangan, nanti kekayaan kita habis,” katanya.<>

Ia melihat upaya Depag ini merupakan bagian dari strateginya untuk menjaga keseimbangan antara sekolah umum dan madrasah. Kalau untuk membangun sendiri terlalu berat dan sulit dan merawat madrasah yang sudah ada akan jauh lebih cepat dan lebih mudah mewujudannya.

“Tetapi bagaimana komitmen antara pemerintah dan Maarif NU sendiri, komitmen apa yang bisa dilakukan, jangan sampai ada kesan merampas, atau jangan sampai kesan madrasahnya dijual,” katanya kepada NU Online baru-baru ini.

Ia berharap situasi ini menjadi pelecut bagi Maarif NU untuk semakin maksimal dalam melakukan pembinaan pada sekolah-sekolah yang dikelolanya karena ketika sudah diambil alih, wewenang yang dimilikinya secara kelembagaan akan hilang.

Pembinaan yang dilakukan Maarif NU selama ini memang masih bersifat operasional, belum pada tingkatan dukungan material. Masyarakat juga senang bergabung dengan Maarif NU karena merasa satu ideologi perjuangan, belum banyak sekolah yang didirikan Maarif NU sendiri.

“Saya punya 8 sekolah, itu semuanya saya namakan al Maarif, saya masih ingin bisa diaku oleh Maarif NU,” tandasnya.

Situasi seperti ini sebenarnya menunjukkan tingginya semangat untuk ber-NU dalam masyarakat dan tinggal mengelolanya dengan baik. Disinilah permasalahannya, meskipun diakui, pendidikan belum menjadi program unggulan bagi NU. “Padahal secara jangka panjang dan peradaban, ini banyak menguntungkan,” tegasnya.

Terkait dengan semakin tingginya dana yang dialokasikan untuk pendidikan dalam APBN, Tolhah menilai, peningkatan anggaran ini lebih banyak dinikmati oleh birokrasi pendidikan, bukan pelaksana pendidikan.

“Banyak seminar, kunjungan, dan yang gitu-gitu, tapi yang betul dinikmati oleh penyelenggara pendidikan masih belum begitu besar kenaikannya,” imbuhnya.

Ia berharap pemerintah tidak hanya memfokuskan tanggung jawabnya hanya dengan mengurus sekolah negeri saja karena sekolah swasta merupakan mitra pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

“Jangan hanya dalam statemen, tetapi juga dalam realias. Sekarang kita akui bahwa langkah-langkah itu sudah ada, tetapi yang paling bisa menikmati anggaran besar adalah birokrasi pendidikan,” terangnya.

Mengenai dukungan dari anggota parlemen berlatar belakang NU terhadap masalah penguatan pendidikan, mantan rektor Unisma Malang ini berpendapat para anggota parlemen berlata belakang NU ini juga banyak mengelola lembaga pendidikan dan dukungan yang dilakukan lebih banyak untuk memperkuat hubungannya dengan konstituen. (mkf)