Malang, NU.Online
Sejumlah tokoh nasional, penyair dan pimpinan agama mendukung gagasan Gerakan Nasional Anti-Korupsi (GNPK) antara Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah untuk membasmi penyakit korupsi yang semakin mengakar disetiap lapisan baik pemerintahan, penegak hukum maupun masyarakat.
"Sebenarnya tidak harus NU atau Muhammadiyah yang memulai, tetapi sistem yang ada, namun karena sistem itu sendiri sudah tidak berfungsi, maka mau tidak mau kita harus bergerak dan berjuang dimana perjuangan itu tidak akan ada akhirnya," kata Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi disela-sela deklarasi "Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi" di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Senin (17/11)
<>Selain KH. Hasyim Muzadi dan Syafi’i Ma’arif, tokoh-tokoh nasional yang memberikan dukungan terhadap gerakan tersebut diantaranya cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid, Ruslan Abdul Gani, Agus Pakpahan, Pendeta Yewanggoe (PGI), Uskup Adi Wikarta, penyanyi Franky Sahilatua dan penyair Zawawi Imron.
Lebih lanjut Pengasuh Pesantren Al-Hikam Malang itu mengakui, sebagai anak bangsa sebenarnya dua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini sudah putus asa dalam upayanya membasmi korupsi, karena selalu dan selalu terbentur dengan "tembok", namun sebagai organisasi Islam yang cukup besar di negara itu pihaknya yang paling malu.
"Bagaimana tidak malu, organisasi Islam terbesar dengan jumlah umat Islam yang besar pula, tetapi sebagai manusia yang paling korup di dunia. Oleh karenanya, meski agak terlambat, kami harus segera mengambil sikap agar tidak akan lahir lagi pemimpin-pemimpin yang korup di masa mendatang," katanya.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif menyatakan, NU - Muhammadiyah merupakan benteng terakhir untuk menyelamatkan bangsa yang sudah hancur dan tenggelam bahkan tidak menutup kemungkinan republik ini akan bubar. "Kalau praktek-praktek korupsi ini terus dibiarkan dan sama sekali tidak ada tindakan, jadi mau nanti bangsa ini," tegasnya.
Sedangkan Direktur Kemitraan, HS. Dillon mengatakan bahwa sebenarnya untuk menghukum para koruptor tersebut tidaklah sulit dan tidak ada masalah asal seluruh jajaran penegak hukum termasuk hakim yang mengadili memiliki hati nurani serta tetap sesuai prosedur dan rel yang ada.
Sementara Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki menilai bahwa masalah korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi struktural tetapi juga kultural, karena masyarakat Indonesia semakin permisif terhadap praktek-praktek korupsi di negeri ini.
Oleh karena itu, untuk membasmi korupsi sebagai implementasi dari gerakan pemberantasan korupsi itu sendiri, baik NU maupun Muhammadiyah harus mengharamkan umatnya untuk memilih politisi atau pemimpin yang korup. "Tapi kita juga sulit untuk membedakan antara mana pemimpin yang jujur atau yang korup itu apalagi masyarakat awam," katanya. (cih/mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
3
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
4
Ramai Bendera One Piece, Begini Peran Bendera Hitam dalam Revolusi Abbasiyah
5
Innalillahi, Menag 2009-2014 Suryadharma Ali Meninggal Dunia
6
Pemerintah Umumkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Nasional
Terkini
Lihat Semua