Warta

Tokoh Kiat Esemka, Nyantrinya di Pondok Popongan

NU Online  ·  Sabtu, 14 Januari 2012 | 12:00 WIB

Klaten, NU Online
Awal tahun 2012 ini, media massa di Indonesia dihebohkan dengan berita tentang produksi mobil jenis Sport Utility Vehicle (SUV) rakitan anak-anak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), di Solo bekerja sama dengan perusahaan karoseri mobil, Kiat Motor dari Klaten.<>

Proyek mobil Kiat Esemka itu melibatkan 15 SMK di Jateng, Jatim dan Jakarta. Antara lain: SMK Negeri 1 Trucuk, SMKN 2 Surakarta, SMK Warga Surakarta, SMKN 5 Surakarta, SMK Tengaran Salatiga, SMK Pati, SMK Kediri, SMK Madiun, SMK Ponorogo, SMK Wonogiri, SMK Salatiga, SMK Negeri 1 Jakarta dan lainnya.

Kiat Motor menyediakan bodi mobil yang kemudian dirakit menjadi mobil utuh oleh para pelajar (dan guru). Dari 10 bodi mobil yang telah disiapkan oleh Kiat Motor, dua sudah dibangun menjadi mobil yang kemudian digunakan oleh Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Walikota FX Hadi Rudyatmo (Rudy) sebagai kendaraan dinas. 

Mobil fenomenal hasil karya anak negeri itu telah menarik perhatian berbagai kalangan, Menteri Pariwisata dan ekonomi kreatif, Mari Elka Pangestu menjanjikan kemudahan perijinan. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Syarifudin Hasan, Menko Kesra Agung Laksono, Ketua DPR RI Marzuki Ali, Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Rahadi Ramelan dan masih banyak pejabat, dan pengusaha yang  juga mengunjungi bengkel Kiat Motor untuk melihat mobil itu di Jl. Jogja – Solo, Ngaran, Mlese, Ceper, Klaten.

Mesin yang digunakan Kiat Esemka berkapasitas 1.500 cc merupakan modifikasi dari mesin Mazda. Uniknya, 80% komponen mobil tersebut buatan lokal. Hanya 20% saja komponen yang diimpor seperti electronic fuel injection (EFI), electronic control unit (ECU), automatic window dan ring piston, harganya cukup murah hanya Rp 95 juta. Kini, Kiat Esemka kebanjiran  pesanan, diantaranya anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo, mendorong DPR menggunakan produksi nasional.   

Ngaji di Popongan
Lantas siapa tokoh berpengaruh di balik kisah sukses anak-anak SMK di Solo itu? Tak lain seorang penyandang difabel (penyandang cacat) bernama H Sukiyat (55) warga Desa Kradenan, Kecamatan Trucuk, Klaten.

Bagi warga NU Klaten, pria kelahiran Klaten 22 April 1957 ini, merupakan sosok yang dermawan, pekerja keras, dan gemar ngaji. Sukiyat belajar Al-Quran ke Kiai Djablawi sedangkan belajar Tarekat ke Kiai Salman.    

”Pak Sukiyat santrinya Kiai Ahmad Djablawi dan Kiai Salman Dahlawi, pengasuh Pondok pesantren Al-Mansyur Popongan, Klaten,” papar H Mufrod Teguh Mulyo, menantu Kiai Salman.

Lebih lanjut Mufrod menjelaskan, walau keterbatasan secara fisik (sejak berusia enam tahun menderita polio), Sukiyat orangnya penuh semangat, percaya diri tinggi, dan pekerja keras. 

”Setiap ada persoalan yang bersinggungan dengan agama dan juga kadang tentang lika-liku bisnis,  termasuk membuka bengkel baru ia selalu sowan terlebih dahulu ke pondok, dan santri Popongan diminta mengisi acara manaqiban,” kata Dosen UNU Solo.  

Begitu juga sebaliknya, kalau pondok sedang menyelenggarakan gawe besar seperti Khaul, pengajian akbar dan  lainnya, suami dari Hj Halimah Partini (50), ini tak segan-segan membantu kebutuhan pondok. ” Nyervis mobil milik pondok ke Bengkel Kiat Motor, selalu gratis,” tegas pengurus NU Klaten. 

Saban Jumatan, kata Mufrod, pak Sukiyat sholat di Masjid Pondok Al-Mansyur, padahal jarak rumah Pak Sukiyat di Trucuk ke Popongan cukup jauh sekitar 30 km. 

Sekarang, kata Mufrod keluarga Pondok merasa bangga dan mengucapkan selamat kepada Sukiyat, yang sukses bersama bengkel dan Mobil Kiat Esemka yang populer itu. 

Di hadapan para dokter RS Ortopedi dan tamu, serta NU Online baru-baru ini, di bengkel Kiat Motor, H Sukiyat membeberkan bahwa salah satu tokoh yang turut membesarkan dirinya dalam kehidupan ini adalah Kiai Salman Dahlawi pengasuh Pondok Popongan. 

”Saya ikut ngaji ke Kiai Salaman sejak tahun  1980-an, bahkan pada tahun 1995 saya dikasih nama baru oleh Kiai Salman dengan sebutan Badarudin,” kata orang tua dari  Ida Hartono (28) dan Dwi Hartono (18). Ia ingat betul nasihat Kiai Salman,  yaitu jangan pinjam di bank, ketika ditanya kenapa pak Kiai, jawabnya haram.  



Redaktur     : Syaifullah Amin
Kontributor : Cecep Choirul Sholeh