Tokoh dan aktivis keagamaan yang tergabung dalam Forum Agamawan Peduli RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyoroti tiga pasal yang dianggap perlu mendapat perhatian khusus.
Demikian pernyatan yang disampaikan tokoh dan aktivis keagamaan yang tergabung dalam Forum Agamawan Peduli RUU Tipikor dalam pertemuan dengan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Marwan Batubara di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.<>
Tiga pasal dalam RUU Pengadilan Tipikor yang dipersoalkan, yaitu Pasal Pasal 3 tentang kedudukan dan tempat kedudukan Pengadilan Tipikor, Pasal 12 (h) tentang pengangkatan hakim ad hoc dan Pasal 27 Ayat (1) mengenai komposisi majelis hakim Pengadilan Tipikor.
Pasal 3 berbunyi "Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah pengadilan negeri yang bersangkutan". Forum berpendapat, Pengadilan Tipikor sebaiknya dibentuk secara bertahap untuk tahap awal dibentuk di beberapa region untuk efektivitas pengawasan, efisiensi anggaran dan ketersediaan SDM.
Pasal 12 (h) berbunyi "Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; (h) tidak menjadi pengurus dan anggota partai politik". Forum berpendapat, hakim ad hoc harus bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya selama menjadi hakim ad hoc agar putusan yang dijatuhkan adil dan independen serta bebas dari berbagai macam benturan kepentingan".
Pasal 27 Ayat (1) berbunyi "Dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang hakim, terdiri dari hakim karir dan hakim ad hoc.
Forum menyatakan, komposisi hakim Pengadilan Tipikor harus lebih banyak hakim ad hoc daripada hakim karir. Hakim karir memang lebih berpengalaman menangani perkara, namun tidak jarang menajdi bagian dari perkara, termasuk perkara korupsi itu sendiri. Karena itu, dibutuhkan hakim non karir (hakim ad hoc) yang relatif lebih bersih dan mandiri.
Mereka yang menyampaikan desakan, yaitu Ketua MUI Salatiga KH Syaifuddin Zuhri, Pemimpin Pondok Pesantren Al Musturiyah Sukabumi KH Hamdun Ahmad, Pemimpin Pondok Pesantren Al Kinaniyah KH Abdul Wahid, KH Hamdan Rasyid dari MUI Jakarta, Romo Benny Susetyo dan I Wayan Sudarma dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jakarta.
Pendeta Albertus Patty dari (GKI Bandung), Vera Wenny (KWI Jakarta), Mulyadi Wahyono (Madia Jakarta), Kris Tan (Matakin Jakarta), Skertaris PCNU Kota Bandung Kiagus Zaenal Mubarok serta Pemimpin Pesantren Al Mizan Majalengka Kyai Maman Imanul Haq dan Prof Dr Yuswirman Universitas Andalas/MUI Padang).
Selain itu, Rohmah Wahyuniyati (Nasyiatul Aisyiyah Jakarta), Bahruddin (Lembaga Pendidikan Qoryah Thoyyibah Salatiga) serta Ahmad Suaedy dan Rumadi dari The Wahid Institute. (ant/mad)
Terpopuler
1
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
2
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
5
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
Terkini
Lihat Semua