Warta

Tanpa Pengkaderan, NU Ditinggalkan Anggotanya

NU Online  ·  Sabtu, 6 Maret 2010 | 01:14 WIB

Bekasi, NU Online
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) merupakan lapisan pertama kaderisasi di lingkungan Nahdlatul Ulama yang bertujuan menciptakan pelajar, santri dan mahasiswa yang berwawasan kepelajaran, kebangsaan serta berakhlakul karimah sesuai nilai-nilai ahlu sunnah wal jama’ah. Pelajar sebagai basis IPPNU menuntut organisasi IPPNU untuk tetap berkonsentrasi pada bidang garapnya dan tidak lepas dari kebijakan NU. Kebijakan dan perhatian NU terkait dengan pengkaderan selanjutnya menjadi penting bagi kemajuan NU ke depan.

Terkait dengan hal tersebut, Pimpinan Pusat IPPNU melalui forum Rakernas mengundang seluruh kandidat Ketua Umum PBNU periode 2010-2015. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui visi-misi dan program dari setiap kandidat terkait dengan pemberdayaan dan pengembangan generasi muda NU.<>

Calon ketua umum PBNU Slamet Efendi Yusuf, M Si yang hadir dalam acara Rakernas memaparkan visi-misinya terkait dengan pengembangan NU ke depan, tidak terkecuali tentang pengembangan dan pemberdayaan generasi muda NU.

“Kelemahan NU saat ini terletak pada kaderisasi dan pembangunan jaringan, jadi PBNU ke depan harus lebih memberikan perhatian kepada badan otonom seperti IPPNU. Tanpa pengkaderan yang tertata di tengah-tengah berbagai persaingan dengan kelompok lain, NU akan ditinggalkan anggotanya,” paparnya. (27/2) di Islamic Center Bekasi.

Selanjutnya, dalam dialog tersebut, pria kelahiran Banyumas ini menyatakan bahwa secara bahasa kader berasal dari bahasa Perancis yang berarti pigura. Jadi kaderisasi berfungsi awal untuk memperkuat organisasi, yaitu mampu memberikan penguatan, kelestarian dan pengawetan terhadap organisasi.

Ia berharap agar pengkaderan IPPNU di tingkatan cabang, idealnya adalah anggota yang benar-benar pelajar sehingga mempunyai pola pikir yang benar-benar pelajar. Ia juga memaparkan tahapan-tahapan pengkaderan, pertama perlu ditekankan bahwa visi atau ideologi kita adalah Aswaja.

Dalam hal ini tidak hanya melahirkan fiqih dan tasawuf saja tetapi perlu ada keilmuwan sikap dalam NU, yaitu tawasut, tawazun dan i’tidal, tasamuh (toleransi), dan juga harus berani untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Serta perlu adanya keberanian untuk menekankan pada wawasan keagamaan yang berkebangsaan dan berkenegaraan sehingga sikap-sikap kita nantinya tidak akan ekstrim nantinya dan ini perlu ditanamkan dalam pengkaderan.

Kedua, Dalam pengkaderan perlu ditanamkan juga sikap-sikap tertentu terutama sikap leadership untuk kepemimpinan ke depan supaya melahirkan pemimpin-pemimpin yang terlatih. Kader NU harus bisa memainkan peranan apapun, terutama kemampuan leadership dengan prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Ketiga, kader juga perlu ditanamkan sikap konsisten atau fanatisme berorganisasi, agar ada rasa memiliki dan kebanggaan terhadap organisasi dalam keadaan apapun. Keempat, harus ditanamkan pula mimpi-mimpi terhadap para kader-kader kita. Yaitu menanamkan mimpi-mimpi untuk mencapai tujuan ke depan.

Salah satu alasan AS menjadi negara adidaya karena ada istilah American dreams yang sudah ditanamkan kepada masyarakat AS sejak mereka kecil. Kelima, Manusia tidak berada dalam keadaan statis ini juga harus ditanamkan pada kader, jadi diperlukan belajar keras dan cerdas agar kader selalu siap dengan kondisi yang selalu berubah.

Menurut mantan Ketua PP GP Ansor, NU harus memantapkan tradisi-tradisi keagamaan-keagamaannya dan manajemen yang baik dan modern. “ke depan PBNU harus mengadakan rapat evaluasi untuk melakukan sharing bagi semua elemen organisasi tiap 4 bulan sekali sehingga akan ketahuan dimana mana saja yang perlu diadakan pembenahan.

Berbagai tumpang tindih baik soal usia antar banom, wilayah garap, dan program kegiatan, perlu adanya kejelasan Tupoksi dari masing-masing Banom dan lembaga,” tegasnya.

“Terkait dengan IPNU dan IPPNU, saya lebih sepakat jika IPNU dan IPPNU tetap berfokus pada pelajar. Untuk lembaga atau organ yang mengurusi mahasiswa bisa dikembalikan kepada PMII. PMII harus kembali dalam struktur NU tetapi kalau tidak mau, maka NU bisa membentuk organisasi mahasiswa baru,” paparnya.

IPNU dan IPPNU adalah organisasi pelajar agama. Sifat dasar pelajar NU adalah moral. Maka, perlu ada nilai-nilai keagamaan tetapi tidak melulu itu karena IPNU-IPPNU perlu ada kegiatan umum seperti perkemahan, bedah buku pelajaran, out bond, camping, dan lain-lain yang sesuai dengan minat pelajar.

Sebagai mantan Pemimpin Redaksi Harian Pelita ini, ia juga mengharapkan IPPNU harus ada pelatihan menulis atau jurnalistik karena menulis ini akan membiasakan kita berargumen dan menganalisa maka sangat akan berpengaruh terhadap pembentukan kader. Cara mengatasi ABG agar tersentuh dengan keorganisasian NU adalah dengan memberikan pola pikir ABG pula dan dengan memperkuat struktur-struktur baru di sekolah-sekolah.

Dalam kesempatan dialog tersebut, mantan anggota DPR RI ini juga memaparkan empat prioritas program yang akan di lakukan di NU ke depan adalah pertama, meningkatkan pendidikan, misal membangun UNU (Universitas-Universitas NU) yang berstandar Internasional. Kedua, pelayanan sosial kesehatan kepada masyarakat. Ke depan, NU harus mempunyai RS-RS NU dan harus dibuktikan kebaikan dan kelebihannya dibandingkan lainnya.

Ketiga, membangun ekonomi warga NU. Untuk program ini akan dimaksimalkan jaringan-jaringan baik dalam dan luar negeri. Empat penguatan kaderisasi dan jaringan ini bisa berjalan jika NU dikelola dengan baik. (mad)