Warta

Sertifikasi Halal untuk Lindungi Konsumen

NU Online  ·  Rabu, 15 Juni 2005 | 09:52 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Komisi Fatwa Nasional MUI KH Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa sertifikasi halal yang diusulkan MUI pada produk-produk makanan dan minuman bertujuan untuk melindungi konsumen muslim dari makanan yang tidak halal. Ini mengingat lebih dari 80 persen penduduk Indonesia beragama Islam.

Hal tersebut diungkapkan dalam Dialog Publik “Menguak Kontraversi Rancangan UU Jaminan Produk Halal” yang diselenggarakan oleh Lembaga Perekonomian NU (LPNU) di Hotel Nikko Jakarta. Acara tersebut dihadiri kalangan industri pangan, LSM, pemerintah, dan ormas keagamaan.

<>

Kalangan industri pangan yang hadir dalam dialog tersebut juga mengungkapkan persetujuannya atas adanya sertifikasi halal, berikut biaya untuk mendapatkannya. Yang tak mereka sepakati adalah rencana adanya stikerisasi halal dengan biaya tertentu yang menyebabkan adanya peningkatan biaya produksi. Ini pada akhirnya akan menjadi beban bagi konsumen.

Ma’ruf Amin yang juga salah satu rais syuriyah PBNU berpendapat bahwa memang perlu adanya penanda halal dalam kemasan produk agar konsumen tahu bahwa produk tersebut sudah mendapat sertifikasi.

“Saya kira yang menjadi permasalahan adalah biaya stikerisasi. Tetapi dalam kemasan ini harus ada tanda halalnya dimana, misalnya dalam cetakannya kan tidak menambah cost. Walaupun bersertifikat halal tapi kalau tak ada tanda halal, konsumen kan tidak tahu,” tandasnya.

Bagi perusahaan yang tak ingin bersertifikat halal, tak masalah karena hal ini sifatnya bukan kewajiban. Hanya saja Ma’ruf mengingatkan bahwa apakah nantinya produk tersebut dipercaya oleh konsumen muslim, ini yang menjadi pertanyaan.

Mantan ketua dewan syuro PKB tersebut menjelaskan bahwa di beberapa seperti Malaysia dan, seperti Singapura, sertifikasi halal sebagai perlindungan konsumen muslim sudah lama dilaksanakan. Indonesia sudah memulainya 12 tahun yang lalu. Beberapa perusahaan yang aktif sejak awal adalah Unilever Indonesia dan Indofood Sukses Makmur.

Sertifikat halal ini hanya berlaku dua tahun dan harus diperbaharui lagi. Terdapat dua mekanisme pemeriksaan, yaitu melalui audit internal dan sidak sample di pasar untuk meneliti kemungkinan adanya produk yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Sertifikasi ini hanya berlaku untuk produk dalam negeri. Untuk produk impor, MUI hanya melakukan pengecekan saja.

Ditanya mengapa MUI yang ditunjuk untuk melakukan sertifikasi, Ma’ruf mengungkapkan bahwa MUI memiliki kompetensi dan representasi dari berbagai kalangan seperti NU, Muhammadiyah, dan lainnya sehingga keputusan yang diambil dianggap sudah mewakili kepentingan semua fihak.

Tentang adanya usulan supaya produk yang diberi tanda hanya produk yang haram saja, Ma’ruf menilai bahwa hal ini justru lebih berat karena MUI hanya bertanggung jawab terhadap produk yang sudah pasti halal dan sudah diperiksa.

Ma’ruf Amin mengharapkan agar UU Jaminan Produk Halal ini segera disahkan. “Prinsip UU tak boleh ada fihak yang dirugikan, harus ada yang saling menguntungkan. Kalau ada yang merugikan, dibetulkan,” tandasnya.

Pengaturan tentang produk halal saat ini masih belum terintegrasi dengan baik. Diharapkan dengan adanya UU ini, terdapat pengaturan yang lebih spesifik, efektif, menyeluruh dan jelas siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya.(mkf)