Warta

Pilgub Ulang Propinsi Lampung Rawan Politik Uang

NU Online  ·  Senin, 1 Maret 2004 | 10:28 WIB

Lampung, NU Online 
Sejumlah kalangan berharap masyarakat mengawal pelaksanaan pemilihan gubernur (pilgub) ulang di Lampung. Pasalnya, pilgub yang menurut versi dewan bisa segera dilaksanakan rawan politik uang. Dikhawatirkan selain prosesnya tidak demokratis, pasangan gubernur dan wagub terpilih tidak kredibel.

Harapan ini disampaikan Ketua DPW Nahdlatul Ulama Lampung Drs. H. Khairuddin Tahmid, M.H. ketua Muhammadiyah Lampung H Husni Sjarnubi, akademisi Drs Syarief Mahya MPP serta aktivis LSM Idhan Djanuwardana.

<>

Pemilihan Gubernur Propinsi Lampung pada tanggal 30 Desember 2002 lalu telah berhasil memelih Gubernur Alzier Dianis Tabrani dan pasangannya Ansori Yunus. Tetapi hasil pemilihan tersebut telah dianulir oleh Menteri Dalam Negeri dan akhirnya berbuntut di PAW kannya 17 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD Propinsi Lampung) yang terdiri dari 10 orang dari PDIP, 6 PKB, dan satu orang dari PBB dan telah dilantik pada tanggal 24 Februari 2004 yang lalu.  Dari rangkaian kejadian tersebut maka munculah wacana keinginan anggota dewan untuk mengulang pemilihan gubernur ulang sebelum Pemilu 5 April 2004 yang akan datang. 
   
Menurut Drs. H Khairuddin Tahmid, M.H. yang juga seorang dosen fakultas syari’ah IAIN Raden Intan Lampung agenda dewan menggelar pilgub harus diawasi. Sebab melihat gelagatnya, pilgub sangat rawan praktik politik uang. “Makanya, NU berharap semua pihak turut mengawasi agenda pilgub ini. Jangan sampai pilgub dijadikan arena politik uang sehingga pemimpin yang terpilih tidak sesuai harapan rakyat,” katanya, kemarin.

Ditambahkan Khairudin Tahmid, sebenarnya dirinya melihat dewan tidak perlu memaksakan harus melaksanakan pilgub dalam waktu dekat. Alasannya, agenda nasional pemilu 5 April 2004 perlu mendapatkan perhatian dan dukungan semua kalangan. Baik itu pemerintah propinsi (pemprov), DPRD maupun rakyat Lampung. “Alangkah biknya untuk dipertimbangkan lagi DPRD akan melakukan pilgub dipercepat,”tegasnya seraya mengisyartkan kecurigaannya pilgub hanya akan dijadikan jual beli suara.

Aktivis pusat studi Strategi dan Kebijakan (PUSSbik) Idhan Djanuwardana malah terang-terangan menegaskan agenda pilgub kali ini diselimuti praktik politik uang. “Saya malah sudah mencium money politics lebih gila-gilaan lagi. Dan jika dianalisis memang benar. Ya kalau yang memilih anggota dewan yang masa bhaktinya sudah mau habis, kan tanpa beban, kata Idhan berapi-api.

Mantan aktivis mahasiswa Unila ini menambahkan, pihaknya juga telah mendapatkan informasi meyakinkan para calon kandidat ini adu cepat mencari donatur. Harapannya bisa mengumpulkan uang yang signifikan untuk memperlancar proses pencalonannya sampai pemenangannya.

 “ Mereka melobi pengusaha baik lokal maupun nasional. Saya juga pernah ketemu calon kandidat di Jakarta sedang melobi pengusaha hitam. Pengusaha yang bergelut dalam dunia perjudian,” tegas Idhan seraya mengatakan menjadi tanggung jawab semua komponen masyarakat untuk mengawal pilgub.

Pengamat politik dari Unila Drs Syarief Mahya MPP mengatakan agenda pilgub dipercepat akan sangat terbuka politik uang. Alasannya, pertama masa anggota dewan menjabat dewan telah di ambang pintu. “ Karenanya bisa saja anggota dewan tak lagi merasa punya beban baik pada partai maupun masyarakat umum.”

Alasan kedua, kata Dosen FISIP ini, karena di DPRD sekarang tidak ada fraksi yang mayoritas (50 + 1) sehingga untuk mengangkat seorang gubernur dan wagub mereka harus melakukan koalisi. Pada saat melakukan koalisi itulah celah lebar mereka (dewan, Red) melakukan transaksi politik uang.

Lebih lanjut, Syarief Mahya menjelaskan, kondisi sekarang adalah dilematis. Pasalnya jika dewan memaksakan pilgub digelar dalam waktu singkat sebelum 5 April 2004, dipastikan proses dan hasilnya tidak memenuhi harapan masyarakat.

Begitu sebaliknya, jika pemilu dilakukan setelah 5 April 2004, maka sebenarnya anggota dewan hasil pemilu 1999 tersebut tak lagi memiliki hak memilih gubernur dan wakilnya. “karena secara formal, anggota dewan telah habis masa kerjanya di DPRD Lampung,”terang Syarief.   

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Lampung juga menyorot agenda pilgub. KIPP menilai pilgub sebelum pemilu tak mampu merekrut pemimpin yang kredibel yang dapat dipertanggungjawabkan. “Dengan waktu yang terbatas, mekanisme proses pilgub tidak akan berjalan sesuai mekanisme. Semua akan serba terburu-burudan ingin cepat selesainya. Jangan-jangan karena ada apa-apanya,” kata ketua KIPP, Marwan.     

Namun apapun sorotan masyarakat, tampaknya dewan akan tetap aka