Warta

Pesantren Qur’an Roudhotul Qurro Ajarkan Tujuh Macam Lagu

NU Online  ·  Senin, 30 Agustus 2010 | 20:00 WIB

Serang, NU Online
Silahturahmi ke Pesantren Al Qur’an Roudhotul Qurro pimpinan H Chumaedi Hambali. Memasuki kawasan Pondok Pesantren Al Qur’an Roudhotul Qurro di Jalan Empat Lima, Desa Kuranji Kidul, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, langsung disambut pepohonan rindang yang menjulang tinggi di sekitar pesantren. Sesampai di sana sekitar pukul 10.00 WIB, berlindung sejenak di bawah pohon tua tersebut terasa sejuk, dan dapat terhindar dari sengatan matahari.

Suara-suara lantunan ayat suci Al Qur’an pun terdengar, saling bersahut-sahutan dari dalam bangunan asrama sebanyak dua, dan dibatasi oleh musholla pesantren sebagai pemisah jarak antara asrama santri putra dan santri putri. Dari lantunan suara ayat Al Qur’an yang terdengar, terdapat bermacam jenis tipe alunan nada yang dikumandangkan.<>

“Santri kami setiap hari sedang fokus belajar tujuh jenis lagu seni baca Al Qur’an. Seluruh santri diberikan ilmu seputar tujuh lagu tersebut, setiap bakda salat tarawih, dan bakda salat subuh. Selebihnya para santri belajar sendiri ketika berada di asrama masing-masing, sebagai latihan untuk membiasakan melantunkan nada yang sudah dipelajari. Latihan di asrama pun bisa dilakukan bila tidak ada agenda kegiatan bersama di lingkungan pesantren,” ujar pengasuh Pesantren Al Qur’an Roudhotul Qurro H Chumaidi Hambali, kepada NU Online.

Tujuh lagu yang sedang dipelajari tersebut meliputi lagu bayati, sobah, hijaj, nahawan, rasy, syikah, dan djiharkah. Ketujuh lagu itu ternyata memiliki tingkat kesulitan, dan juga kemudahan masing-masing. Tujuh lagu tersebut sudah mencakup lantunan nada dari yang rendah sampai paling tinggi. Kemudian suara yang paling jelas hingga yang setengah samar-samar, serta yang sangat tidak terdengar jelas sama sekali.

“Kalau buat saya sih lagu djiharkah itu yang paling susah dipelajari, karena nada lagu ini sangat tinggi. Akan tetapi, bagi kaum putri lagu djiharkah tersebut adalah salah satu jenis lagu yang cukup mudah dipelajari. Dikarenakan putri memiliki tingkat nada suara yang sangat tinggi,” tutur santri asal Tangerang Abdul Khozin, mahasiswa IAIN SMH Banten Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Jurusan Tafsir Hadist.

Suasana mulai dari berbuka puasa hingga salat tarawih, adalah pemandangan yang indah di lingkungan pesantren. Santri putra dan putri berduyun-duyun mendatangi musholla pesantren, dengan mengenakan seragam bernuansakan agamis layaknya sebagaimana busana pengisi pesantren biasanya. Tentunya tidak pernah lepas, atau lupa mengenakan sarung, dan peci bagi kaum pria. Begitu juga dengan santriwati yang kerap mengenakan jilbab, atau kerudung dengan sebuah Al Qur’an, serta tasbih selalu melekat dalam tangan.

Seusai menunaikan salat tarawih, para santri tidak lantas begitu saja menuju kamar asrama masing-masing. Akan tetapi, langsung dilanjutkan dengan belajar sebanyak tujuh lagu seni baca Al Qur’an. Dan kegiatan tersebut sudah menjadi santapan para santri ini sehabis tarawih, yang dilanjutkan dengan acara tadarusan. Keramaian lantunan suara mengaji, dan tadarusan terdengar setiap malam di lingkungan pesantren. Bahkan nuansa tersebut sudah menjadi ciri khas pesantren selama Ramadhan.

“Sebenarnya pada hari-hari sebelumnya di luar Ramadhan, belajar lagu seni baca Al Qur’an memang tetap dijalankan. Namun khusus selama Ramadhan, pemberian materi lagu seni baca Al Qur’an lebih diperbanyak. Bahkan setiap hari santri dipastikan mempelajari materi tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk lebih memperdalam ilmu dalam penguasaan tujuh lagu seni baca Al Qur’an,” terang Ustad Pesantren Al-Qur’an Roudhotul Qurro Sarwani Abduh.

Satu per satu dari tujuh lagu seni baca Al Qur’an tersebut, diberikan untuk santri putra maupun putri dalam momen pengajian seperti biasanya. Mengikuti pengajian dengan khusuk adalah kunci keberhasilan para santri ini, supaya bisa menguasai semua jenis lagu baca Al Qur’an.

“Kadang kita tidak sadar air mata tiba-tiba keluar, saat kita mendapat giliran baca Al Qur’an dalam pengajian, dengan menggunakan lagu seni baca Al Qur’an yang telah dipelajari. Air mata bisa sampai keluar dikarenakan, perasaan kita terhanyut dengan lantunan suara indah, mendengarkan lagu seni baca Al Qur’an tersebut dikumandangkan,” jelas santriwati Iroh Muhajiroh yang berasal dari Pandeglang. 

Tidak hanya seusai menunaikan ibadah tarawih, mempelajari tujuh lagu nada seni baca Al Qur’an juga ikut serta dilakukan usai salat subuh hingga pukul 08.00 WIB pagi secara bersamaan antara santri putra dan putri di musola pesantren. Selepas itu, para santri diberikan kesempatan untuk istirahat di kamar asrama-mereka masing-masing. Sedangkan kebanyakan santri lebih sering menggunakan waktu istirahat untuk latihan menggunakan tujuh lagu baca Al Qur’an sambil tiduran di kamar mereka masing-masing.

Sedangkan peraturan untuk bisa menangkap, memperdalam, dan juga meraih prestasi dari kemampuan menguasai tujuh lagu seni baca Al Qur’an berlaku bagi setiap santri. Meskipun setiap santri yang mondok di pesantren ini terdiri dari berbagai kalangan tingkat umur. Sebagian santri tersebut ada yang masih duduk di bangku SMP hingga SMA, dan juga kawula muda, dan dewasa lainnya.

Kurang lebih seratus santri gabungan dari putra dan puri di Pesantren Alqur’n Roudhotul Qurro, mampu mengikuti aturan, dan juga bermacam kegiatan yang digelar selama Ramadan. Misalnya Abdul Hafidz, santri asal Tangerang yang masih duduk di bangku kelas I SMPN 12 Kota Serang ini mengaku bahwa menjalankan puasa Ramadan di lingkungan pesantren baru kali pertama dilakukan.

Sebelumnya dirinya hanya mengisi Ramadan dengan menunaikan salat lima waktu setiap hari secara rutin, dan terkadang baca Al Qur’an, serta dibarengi dengan salat tarawih. Sahur pun masih dibangunin oleh ibu dan bapak, serta menu buka puasa cukup banyak tersedia di rumah kala itu. 

“Sedangkan sekarang setelah mondok di Pesantren Al Qur’an Roudhotul Qurro aku dituntut untuk lebih banyak mendekatkan diri dengan Allah SWT. Misalnya belajar lagu seni baca Al Qur’an dan memperbanyak tadarusan. Di samping harus khatam Al Qur’an juga sebelum Lebaran tiba. Meskipun demikian, pada akhirnya aku bisa merasakan betapa nikmatnya hidup di pondok. Karena apa pun yang kita lakukan, yang kita ucapkan selalu jauh dari apa yang dilarang Allah SWT,” ungkap Abdul.

Sedangkan menjelang dan bakda zuhur aktivitas santri tampak berbeda lagi. Momen tersebut dimanfaatkan pesantren ini untuk mempelajari kitab kuning yang sebelumnya telah ditentukan ustad pesantren di antaranya kitab Fathul Qorib, beserta sembilan kitab kuning lainnya. Di samping itu, santri diarahkan supaya rutin menggelar pengajian Al Qur’an seperti biasanya, sampai para santri khatam Al Qur’an sebelum Lebaran tiba.

Kemudian usai salat Ashar, santri putra dan putri ini langsung bergegas menyiapkan menu buka puasa mereka masing-masing. Bahkan untuk menu sahur pun, santri putra dan putri dituntut untuk menyiapkan menu buka puasa mereka sendiri. Dan hal tersebut sudah ruitn dilakoni setiap hari selama Ramadan.

“Di samping belajar tujuh lagu seni baca Al Qur’an cukup mengesankan, banyak kenangan lain selama momen Ramadan seperti saat sesama santri saling membantu menyiapkan menu buka puasa, dan saling membangunkan antara satu santri dengan yang lainnya saat sahur. Rasanya cukup susah untuk melupakan semua kenangan itu, dan semua teman santri di pondok saya yakin akan mengingat selamanya,” papar santriwati Isnahyati yang berasal dari Kragilan, Kabupaten Serang, dan tercatat sebagai mahasiswa IAIN SMH Banten. (zen)