Warta

Pesantren Miliki Potensi Penyelamatan Lingkungan

NU Online  ·  Rabu, 7 Januari 2009 | 10:44 WIB

Jakarta, NU Online
Keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia memiliki potensi untuk membantu menyelamatkan lingkungan. Mereka memiliki norma, jaringan dan dukungan yang dibutuhkan.

Sayangnya, potensi besar tersebut lebih banyak terabaikan dan pesantren lebih banyak mengurusi masalah internalnya sendiri. “Saya sudah melakukan kunjungan ke berbagai daerah dan kebanyakan pesantren kurang tanggap pada penyelamatan lingkungan,” ujar Prof Dr San Afri Awang, dosen Fakultas Kehutanan UGM di Jakarta Rabu (7/1).<>

Upaya peningkatan peran pesantren dalam penyelamatan lingkungan kini mendapat perhatian cukup serius dari PBNU dengan pembentukan Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan (GNKL-NU) yang saat ini tengah mengembangkan jaringan ekonomi kehutanan berbasis pesantren dan berstandar stertifikasi lingkungan.

Sementara itu Direktur Industri dan Pemasaran Perum Perhutani Achmad Fachrodji menjelaskan potensi hutan rakyat saat ini terus meningkat ditengah-tengah turunya peran hutan produksi yang dari Perhutani.

Selain produksi kayu, juga terdapat hasil hutan non kayu seperti gondorukem, damar, berbagai jenis buah-buahan dan rempah-rempah yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Untuk harga kayu, Fachrodji mengaku sulit menentukan karena banyak kepentingan yang terkait. Sebagai perusahaan negara, Perhutani dituntut agar bisa menjual kayu dengan harga tinggi tetapi hal ini akan membuat para pengrajin mebel menjerit akibat mahalnya harga bahan baku.

Keamanan hutan juga satu persoalan yang harus dihadapi Perhutani. Untuk menjaga agar hutan tidak digunduli, para polisi hutan diberi pistol untuk mengamankan diri. Namun sejumlah penembakan terhadap pencuri kayu menyebabkan perhutani kesulitan mendapatkan sertifikasi hutan.

“Kita dituntut untuk tidak membekali polisi hutan dengan pistol sebagai syarat pendampigan dalam sertifikasi. Tapi kalau tidak dibekali pistol, polisi hutan akhirnya tidak akan memiliki wibawa. Jadi pilihannya mendapatkan sertifikasi atau hutannya utuh,” tandasnya. (mkf)