Warta

Perubahan BLT-Raskin Memang Diperlukan, Terkait Tata Nilai

Rab, 5 Agustus 2009 | 04:00 WIB

Yogyakarta, NU Online
Perubahan nama program beras miskin (raskin) menjadi beras bersubsidi (rasdi) dan program bantuan langsung tunai (BLT) menjadi Program Keluarga Harapan (PKH) memang sangat diperlukan karena berurusan dengan tata-nilai dan kepantasan sosial. Istilah BLT dan Raskin itu dinilai sangat menyakitkan telinga.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga Guru Besar di bidang pertanian Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr KH Mochammad Maksum, dihubungi NU Online di Yogyakarta, Selasa (4/8), terkait perubahan nama dua program pemerintah itu pada tahun anggaran 2010.<>

”Perubahan nama itu sangat perlu. Kenapa? Perubahan nama itu sangat diperlukan karena berurusan dengan tata-nilai dan kepantasan istilah sosial. Nama-nama raskin yang sangat menyakitkan telinga dan tidak mendidik. Program BLT yang sama sekali tidak mendidik dan cenderung membawa pesan demoralisasi, memang tidak pantas dipakai,” katanya.

Menurut Maksum, sejak awal PWNU DIY sudah mengingatkan bahwa program-program pembangunan sejenis BLT ini sungguh tidak mendidik masyarakat dan tidak akan pernah efektif sebagai penanggulangan kemiskinan.

”Implikasi spiritualnya bukan main merusak. Akibat program sejenis BLT ini, masyarakat lebih suka menengadahkan tangan dan merasa menjadi bagian terpenting dari fakir-miskin dari pada menjadi ahli zakat, meski sebetulnya lebih pantas sebagai muzaqqi di lingkungan masing-masing,” katanya.

Ditambahkannya, perubahan nama itu patus disebut ”berita gembira”, namun sebetulnya yang diperlukan bukanlah sekedar perubahan nama. Pengawalan komitmen untuk mencapai sasaran dan memastikan efektifitas janji yang diproklamirkan Presiden jauh lebih penting dari segalanya.

”Sudah waktunya negara ini tidak lagi toleran dan melakukan kompromi untuk Korupsi Akbar, yaitu korupsi terhadap hak-hak RTM (rakyat tani miskin), dalam bentuk apapun, dengan membangun sistem kendali yang memadai,” katanya.

”Tanpa sistem kendali memadai, janji-janji kegembiraan yang disampaikan awal Agustus ini niscaya tiada bedanya dengan janji muluk-muluk kebijakan pembangunan nasional yang selama ini kita miliki tidak efektif dan nyaris tanpa realisasi,” pungkasnya. (nam)