Warta

Perlu Dialog Intensif dengan kelompok Islam Radikal

NU Online  ·  Selasa, 24 Februari 2004 | 13:31 WIB

Jakarta, NU.Online
Pengamat Islam Indonesia Dr Martin Van Bruinessen mengatakan perlunya dialog yang terus-menerus dengan kelompok-kelompok Islam yang lebih radikal yang selama ini mendapat pengajaran Islam eksklusif.

"Dialog secara terus-menerus dengan kelompok ini dibutuhkan dalam kaitannya dengan mengembangkan Islam yang inklusif," kata Van Bruinessen yang membawakan makalahnya "The Media and Islamic Inclusive Teachings" dalam International Conference of Islamic Scholars di Hilton Jakarta.

<>

Saat ini kelompok yang menolak interpretasi Islam secara tradisional maupun neo-modernis tersebut, ujarnya, semakin berada dalam tekanan untuk berhenti dari aktivitas politiknya, padahal itu justru hanya mengarah pada peminggiran. 

Menurut dia, Indonesia sebenarnya memiliki tradisi toleransi beragama yang cukup panjang, malahan paling liberal dan inklusif dibanding negara Muslim lainnya, dan imej seperti itu tetap bertahan hingga kini.

Namun, ujarnya, selama ini pihak yang  yang membawa Islam inklusif justru  adalah mereka yang diinterpretasikan sebagai pihak yang terko-optasi dengan rejim yang berkuasa. Sedangkan pihak yang membawa Islam eksklusif sudah terlalu lama dipinggirkan tanpa akses ke media "mainstream" sehingga memilih menggunakan khotbah, brosur, atau media cetak murah lainnya, dan itu malahan banyak mendapat sambutan. Ia menekankan, dalam kaitannya dengan radikalisme yang telah membayangi imej Indonesia belakangan ini, interpretasi Islam yang eksklusif dapat menyebar dengan sukses tanpa akses dari media massa.

Pada era Orde baru, ujarnya, interpretasi Islam yang modernis dan inklusif  memonopoli semua interpretasi termasuk ide Islam Pancasila. Sementara pihak yang tak memiliki akses secara politis yang terpinggirkan melihat pemikiran Islam Timur Tengah sebagai alternatif Islam yang lebih otentik dan berkembang  tidak melalui jalur-jalur resmi. Pada 1990an aktivitas tersebut tidak lagi mengalami penindasan oleh rejim yang berkuasa dan malahan mendapat banyak dukungan masyarakat termasuk kemudahan dana.

Kejatuhan mantan Presiden Soeharto menjadikan pemikiran Islam yang lebih radikal (Salafi) berpengaruh lebih luas di masyarakat, kata pengamat Islam dari Belanda ini.(sby/cih/fdl)