Selatiga, NU Online
Peran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam hingga saat ini belum seperti yang diharapkan pendirinya, yaitu sebagai wadah yang modern meski anggotanya dari masyarakat tradisional.
"Jika tidak dibenahi dikhawatirkan kadernya akan terus berkelahi setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)," kata KH Mustofa Bisri dalam halaqah kiai NU se-Jawa yang bertema "Meneguhkan Kembali Khittah NU dan Peran Ulama" di Wisma Santri Pondok Edi Mancoro, Gedangan, Kabupaten Semarang, Minggu (20/6).
<>Berdasarkan pengamatan Gus Mus --sapaan kiai asal Rembang ini-- terhadap NU mulai tahun 1970-an hingga sekarang, pokok masalah yang dihadapi NU adalah sama yaitu NU yang belum men-"jamiyah" (organisasi) dan tetap "jamaah" (paguyuban).
Dengan sifatnya yang masih seperti paguyuban itulah membuat NU sebagai organisasi yang tidak hidup-hidup. Padahal, kata dia, banyak pemerhati dari luar yang heran melihat keberadaan organisasi NU yang tidak mati-mati.
Untuk itu, lanjut Gus Mus, jamiyah (organisasi) NU harus segera dibenahi agar tidak terkotak-kotak, sehingga para kader tidak saling berkelahi tiap akan diadakannya Pemilu.
Lebih lanjut Gus Mus mengatakan, pertemuan yang diadakan di Gedangan tersebut merupakan agenda untuk menyosialisasikan kembali hasil pertemuan antar-ulama di Rembang, 16 Mei lalu. "Biar kiai semua tahu dan tidak terlalu sibuk dengan kampanye Pilpres," katanya.
Di samping itu NU saat ini kaget ketika kadernya menjadi rebutan banyak Capres, mengingat potensi yang dimilikinya dengan kekuatan sekitar 40 juta nahdliyin. Namun selama ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Dulu harga diri pengurus NU sangat tinggi sehingga ketika diajak menempatkan wakilnya di negara ini tidak mau dan memilih menjadi oposan," kata Gus Mus di depan 300 kiai dan ulama se-Jawa.
Sementara itu pelaksana harian PBNU KH Masdar F Mas’udi menegaskan jika NU akan selalu mengambil jarak dengan penguasa. Kendati siapapun yang akan terpilih sebagai presiden dalam pemilu mendatang, NU akan mengawalnya.
"Kita mengawal dengan mendukung kebijakan presiden yang menguntungkan rakyat dan juga akan mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat," kata Masdar di sela-sela acara tersebut.
Selain itu ia juga mengingatkan pengurus NU dari atas hingga daerah untuk tidak menggunakan NU sebagai mesin politik. Imbauan itu muncul sebagai bentuk kekhawatiran dengan adanya empat orang kader NU yang mencalonkan diri sebagai cawapres dalam Pemilu mendatang.
Masdar sendiri mengaku jika NU boleh terlibat dengan politik kenegaraan dan politik kemaslahatan, tetapi dilarang membawa NU dalam politik praktis.
Politik praktis, menurut dia, tidak akan cocok dengan NU dan kiainya. Saat ini banyak kiai yang ditarik ke dalam politk praktis sehingga antara kiai bisa saling "ngrasan" satu sama lainnya.
"Kiai dan ulama jangan jadi Jurkam dalam kampanye presiden. Cukup di belakang saja memberi restu sehingga tidak sampai putus hubungan silaturahmi akibat Pilpres mendatang. Kekuasaan dalam Islam bukan barang haram tetapi amanat," katanya mengingatkan.
Dalam kegiatan halaqah tersebut tampak hadir KH A. Chalwani (Magelang), KH Dimyati Rois (Kendal), KH Sonwasi Ridwan (Salatiga), KH Fawaid As’ad (Situbondo), KH Mustofa Aqil (Cirebon) dan KH Abdul Jalil (Tulungagung). Sedangkan beberapa nama yang diundang tetapi tidak hadir seperti KH Sahal Mahfud, KH Abdulah Faqih dan KH Said Agil Siradj.(mkf/an)
Â
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
3
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
4
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
5
Pemerintah Perlu Beri Perhatian Serius pada Sekolah Nonformal, Wadah Pendidikan Kaum Marginal
6
KH Kafabihi Mahrus: Tujuan Didirikannya Pesantren agar Masyarakat dan Negara Jadi Baik
Terkini
Lihat Semua