Warta

Pentingnya Pesantren di Daerah Perbatasan

NU Online  ·  Jumat, 19 Juni 2009 | 03:15 WIB

Samarinda, NU Online
Keberadaan Pondok Pesantren "Mutiara Bangsa" di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan (Kaltim) memiliki arti strategis, baik dari sektor pendidikan maupun dari sisi pengembangan wilayah karena kawasan itu berbatasan langsung dengan Malaysia Timur.

"Keberadaan Ponpes itu memiliki arti strategis karena selain untuk menampung ribuan anak TKI yang diperkirakan pendidikannya terlantar, juga dari sisi pengembangan wilayah, mengingat daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur," ujar anggota DPRD Kaltim Entjik Widyani di Samarinda, Kamis (18/6).<>

Program pengembangan wilayah, kata dia, bisa berjalan baik apabila mendapat dukungan berbagai sektor, termasuk pendidikan.

Apalagi, kawasan perbatasan di Kaltim selama ini merupakan daerah paling tertinggal di provinsi itu, padahal berbatasan langsung baik darat maupun laut dengan Sabah, Malaysia Timur.

"Kehadiran Ponpes di Pulau Sebatik itu tentu saja menggembirakan dan diharapkan hak memperoleh pendidikan bagi anak-anak di perbatasan dan anak-anak TKI bisa terlayani," imbuh dia.

Selama ini, ribuan anak-anak TKI diperkirakan tidak mendapat pendidikan padahal usia mereka pada tahap Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun.

Anak-anak TKI itu tidak sekolah karena sebagian mengikuti orangtuanya ke Malaysia serta sebagian dititipkan dengan keluarga di Nunukan dan Pulau Sebatik.

Arti strategis lain dengan kehadiran Ponpes itu untuk mendukung percepatan pembangunan kawasan perbatasan yang selama ini sangat tertinggal baik dengan daerah lain di Kaltim, apalagi dibandingkan dengan daerah di Tawau, Sabah, Malaysia Timur.

Ia berharap agar ke depan bukan hanya sekolah yang dibangun namun berbagai infrastruktur lain yang bersentuhan dengan kebutuhan warga perbatasan, misalnya jalan, listrik, air bersih, termasuk Puskemas Plus (Puskesmas yang dilengkapi dengan rawat inap dan ruang bedah).

Ponpes tersebut meskipun belum diresmikan namun untuk Juli tahun ini sudah dimanfaatkan untuk penerimaan siswa baru Tahun Ajaran (TA) 2009/2010.

Realisasi fisik pembangunan Ponpes yang pengelolaannya ditangani oleh Yayasan Mutiara Bangsa (YMB) kini sudah hampir 100 persen.

Tahap awal, Ponpes hanya mampu menerima sekitar 100 siswa saja tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI-SD) karena kapasitas asrama putra dan putri untuk menampung para santri baru mencapai jumlah tersebut.

Pada TA selanjutkan diprogramkan daya tampung akan terus dikembangkan sehingga diharapkan mampu menerima 3.000 siswa mulai dari tingkat MI hingga MA.

Selain itu, di lokasi ini juga dirancang akan berdiri SMP yang pendanaanya dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk mendukung pengembangan sektor pendidikan di kawasan perbatasan.

Pihak Depdiknas belum lama ini sudah menyatakan dukungan kepada Pemprov Kaltim dengan memberikan dana sebesar Rp1,5 miliar untuk membangun SLTP di lingkungan pesantren, sehingga berbagai kemudahan pelayanan pendidikan bisa didapatkan di kawasan perbatasan.

Tujuan utama YMB membangun Ponpes di kawasan perbatasan tersebut dengan tujuan utama mengakomodir sejumlah anak-anak Indonesia yang orangtuanya menjadi TKI di Malaysia.

Pembangunan "Ponpes Mutiara Bangsa" di atas lahan seluas lima hektar itu juga mendapat kucuran dana dari Departemen Agama mencapai Rp2,5 miliar. Selain itu, Pemprov Kaltim juga menyediakan dana pendamping dengan jumlah yang sama.

Pihak pengelola (YMB) memprioritaskan tenaga pendidik dari tenaga lokal namun karena masih kekurangan sehingga harus mendatangkan dari sejumlah daerah di Pulau Jawa.

Ponpes tersebut sudah siap difungsikan karena jalan menuju pesantren sepanjang 700 meter juga sudah selesai dibangun pada akhir 2008.

Menteri Agama, Maftuh Basuni dijadwalkan akan meninjau sekolah di kawasan paling utara Pulau Kalimantan itu pada Juli 2009, dan pihak YMB berharap Menag sekaligus bisa meresmikan Ponpes Mutiara Bangsa. (ant/mad)