Warta

Penggantian Logo Pertamina Merupakan Puncak Intervensi

Sel, 6 Desember 2005 | 02:51 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk menyambut ulang tahunnya yang ke 48 Pertamina dengan bangga akan mengubah logo yang bergambar dua kuda laut mengapit bintang. Penggantian logo yang dilakukan perusahaan  Landor Sanfransisco AS itu menurut Agus Sunyoto, budyawan dari Surabaya sebagi simbol keruntuhan total  Pertamina. Selama ini memang Pertamina sebagai perusahaan negara sudah berhasil diswastakan, yang didalamnya menjadi keroyokan pihak asing dan mitra nasionalnya.

Kejadian itu sudah lama terjadi akibatnya hasil Pertamina mengeruk kekyaan negara itu tidak untuk digunakan membangun negara dan mensejahterakan rakyat, keuntungan diambil asing dan beberapa gelintir pengusaha Indonesia.Di Indonesia ini ada pemerintah ada perusahaan, tetapi mereka dikuasai oleh para kontrolir (konsultan) asing, sehingga mereka tidak memiliki kedaulatan, persis seperti zaman penjajahan Belanda, penjajah menggunakan para pamongpraja (pribumi) untuk menjajah bangsanya sendiri.

<>

Makanya menurut novelis yang lagi ngetop dengan serial novelnya Syech Siti Jenar itu, penggantian lambang Pertamina itu hanya menjadi puncak dari intervensi yang sudah lama dilakukan. Sementara itu menurut M Dienaldo dari Lesbumi menilai bahwa pembuatan simbol itu tidak main –main dan bisa diserahkan pada orang lain yang tidak memiliki kultur yang sama, semacam biro iklan. Tetapi harus mewakili semangat juang dari bangsa yang bersangkutan. Simbol Pertamina diciptakan dalam suasana perjuangan melawan imperialisme itu.

Pengusaha NU M Kahfi secara bisnis menilai, bahwa pengantian logo yang sudah menjadi trade mark Pertamina itu secara bisnis memang sangat merugikan, sebab logo itu telah demikian melekat di hati masyarakat. Karena itu Kahfi mencurigai kalau ini digunakan untuk meredupkan sinar pertamina, dan sebagai gantinya akan digantikan oleh perusahaan asing seperti Shell, Cevron, caltex dan sebagainya, sehingga munculnya Pertamina dengan Logo baru sulit dikenali masyarakat Iondonesia sendiri, sementara masyarakat sudah mulai akrab dengan logo asing, Cevron, Shell dan sebagainya.

Mengahadapi semua kenyataan itu Agus Sunyoto mengajak bangsa ini untuk merefleksikan diri, mengevaluasi diri, kenapa semua bangsa ini nurut ketika diatur, diarahkan bahkan dijajah bangsa lain. Hal itu tidak lain sebab sebagian bangsa ini didik oleh mereka, sehingga kemauan sang guru dengan sendirinya dituruti, apalagi selain itu juga dimodali, maka habislah tradisi dan karakter bangsa ini, menjadi bangsa yang tidak memilik kepribadian.

Perumusan kebijakan kebudayaan, filosofi pendidikan perlu dilakukan ulang, sebab kalau semua bidang itu diserahkan pada asing, maka bangsa ini akan terus menjadi pengikut dan pesuruh bangsa asing, sehngga semua keinginannya bisa terlaksana, akhirnya bangsa ini miskin dan menderita.

Mengembalikan harga diri bangsa ini menurut Agus Sunyoto, merupakan agenda utama dalam gerakan pembangunan bangsa, jalannya antara lain melalui pengembangan pendidikan yang mandiri. Baru kemudian diteruskan dengan penatan politik dan ekonopmi yang sesuai dengan sejarah dan tradisi bangsa ini. Sebagai seorang sejarawan Agus menunjukkan betapa banyak warisan nenek moyang yang bisa diaktualisasi sebagai jalan untuk mebangun pendidikan dan karakter bangsa ini.(mm)