Pengembangan Karya Baru Berbasis Tradisi
NU Online · Senin, 30 Agustus 2010 | 11:14 WIB
Seni dan budaya merupakan hasil kreatifitas manusia yang terus berkembang. Seni dan budaya tidak bersifat statis, namun demikian Indonesia harus mampu menghasilkan budaya yang berbasis dari tradisinya.
Pelukis Senior Cak Kandar menyatakan, puncak kebudayaan di Indonesia merupakan kebudayaan yang berbasis pada etnik kesukuan. Budaya tersebut telah terbukti bisa bertahan menghadapi berbagai gempuran budaya baru, sementara budaya pop hanya bertahan sekilas saja.<>
Sayangnya, meskipun mampu bertahan, budaya yang berbasis etnik ini oleh masyarakat dianggap sebagai tradisi yang hanya perlu dipertahankan, bukan sebagai ajang seni dan hiburan yang mampu bersaing dengan industri hiburan modern.
“Kita harus mampu menghasilkan karya baru yang berpijak pada tradisi, tetapi tidak tradisional sehingga menghasilkan peluang baru untuk diterima masyarakat,” katanya.
Disinilah menurutnya tugas Lesbumi NU untuk membangun kreatifitas baru ini. Sayangnya, setelah mati suri lama, Lesbumi bagaikan zombie, bangun tetapi tidak memiliki ruh kebudayaan yang dapat dibanggakan.
Dijelaskannya, puncak peradaban sebuah bangsa dilihat dari pencapaiannya dalam kebudayaan, bukan pada aspek ekonominya. “Negara kaya tetapi tidak memiliki kebudayaan tinggi tidak dianggap oleh bangsa lain,” jelasnya.
Sementara itu, Ghofur salah satu peserta raker Lesbumi mengingatkan adanya seni yang padat modal, yang menjadi tantangan baru bagi Lesbumi karena hanya kelompok kapitalis dengan kepentingan pasar saja yang mampu menentukan arah kesenian.
Di sisi lain, Ki Enthus Susmono, si dalang edan mengemukakan, pelestarian tradisi bisa dilakukan dengan melibatkan PBNU, yaitu himbauan agar pesantren-pesantren NU ketika menggelar acara mengutamakan kesenian tradisi seperti wayang. Ia mengaku baru saja membikin wayang santri, satu jenis wayang baru dengan tokoh baru yang berbasis pada cerita di dunia pesantren.
Sementara itu Budi AC, salah seorang musikus menegaskan, yang terjadi sekarang adalah proses naturalisasi kebudayaan Barat dalam masyarakat Indonesia. Perubahan ini terjadi tanpa disadari. Dalam hal ini, Lesbumi mau tidak mau harus mampu menjadi sintesa, tidak antithesa atau berhadap hadapan.
Ia berharap seni yang dikreasikan oleh Lesbumi mampu menjangkau generasi muda, bukan para kiai atau orang yang sudah udzur, apalagi saat ini TV di Indonesia hanya diisi oleh tayangan yang tidak bermutu yang tidak mendidik masyarakat. Peluang pasar internasional juga terbuka lebar, ia mencontohkan pemusik Anggun C Sasmi, yang cukup berhasil berkarir di Paris dengan memposisikan karyanya sebagai musik etnik atau world music. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
Terkini
Lihat Semua