Pengelola Pendidikan Perlu Diawasi Ketat
NU Online · Rabu, 24 Desember 2008 | 09:46 WIB
Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU Dr Fathoni Rodhi berpendapat pengesahan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadikan sekolah memiliki otonomi yang lebih luas dalam mengelola pendidikan. Karena itu, pengelola sekolah harus diawasi dengan ketat oleh para stakeholdernya.
“Sekolah memiliki otonomi yang luas dalam mengatur dirinya sendiri. Masyarakat, orang tua dan fihak terkait lainnnya harus terlibat aktif dalam perencanaan strategis pengembangan sekolah,” katanya, Rabu (24/12).<>
Sejumlah fihak mengadakan demo menolak pengessahan UU ini karena khawatir otonomi ini menjadi legitimasi sekolah untuk menaikkan biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau kelompok miskin, meskipun mereka cerdas.
Dijelaskannya, dalam UU tersebut sudah diatur sekolah dengan program wajib belajar 9 tahum, pemda menanggung biaya, baik milik swasta maupun negeri melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan lainnya. Sekolah juga diwajibkan memberikan beasiswa sebesar 20 persen kepada yang tidak mampu tetapi pandai.
“Kekhawatiran orang miskin tidak bisa menjadi mahasiswa terpatahkan dengan pasal yang menyatakan satuan pendidikan wajib menjaring siswa atau mahasiswa kurang mampu tapi cerdas, minimal 20 persen, ini miskin tapi pinter harus masuk. Itupun masih ada prinsip dinamis dan proporsional, orang tuanya mampu itu membayar lebih besar daripada yang tidak mampu,” terangnya.
Ketua Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta (BNPS) ini juga meminta agar kalangan pesantren tidak khawatir karena UU ini hanya mengatur mengenai struktur sedangkan aturan main diserahkan kepada fihak masing-masing sekolah melalui Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun sekolah. Pengelola pesantren tidak perlu takut kehilangan peran dalam sekolah tersebut karena AD/ART-nya bisa dibuat dengan tetap melindungi peran yang sebelumnya telah mereka jalani.
“Disinilah salah satunya peran penting masyarakat dan orang tua dalam menentukan AD/ART yang sesuai dengan harapan mereka,” imbuhnya.
Namun demikian, jika terjadi pelanggaran terhadap AD/ART, pemerintah dapat dengan mencabut izin sekolah tersebut.
“Kalau para penyelenggara atau pengelola sudah menyalahi AD/ART-nya sendiri, sanksinya penutupan izin oleh menteri, seperti misalnya kalau ada konflik diantara pengelola lembaga pendidikan,” tandasnya.
Sementara itu, mengenai kekhawatiran adanya penguasaan asing dan komersialisasi, Fathoni menjelaskan, ketua badan hukum pendidikan diwajibkan berkewarganegaraan Indonesia.
“Apabila lembaga pendidikan digunakan sebagai ajang bisnis dianggap sudah melanggar prinsip nir laba. Sisa hasil usaha pendidkan harus dikembalikan untuk pengembangan lembaga pendidikan itu sendiri, tapi lembaga pendidikan diizinkan mendirikan PT yang dananya bisa dimanfaatkan untuk pendidikan,” ujarnya.
Ketentuan lain dalam UU ini adalah perguruan tinggi BHMN dilarang untuk menyetorkan dananya kepada pemerintah sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak. Pengalihan asset ke fihak lain yang bukan lembaga pendidikan yang bukan lembaga pendidikan. (mkf)
Terpopuler
1
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
2
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
5
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
Terkini
Lihat Semua