Warta

Pengajian Wahidiyah Diusir di Madura

NU Online  ·  Senin, 12 Oktober 2009 | 03:34 WIB

Pamekasan, NU Online
Setelah puas membongkar panggung yang akan dijadikan tempat jama'ah Wahidiyah ibadah, kini warga Sumber Wangi Satu Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan Pamekasan menginginkan kegiatan baca sholawat yang dianggap meresahkan warga dipindah.

"Yang penting jangan di desa sini (Bandaran, red). Kami ingin cepat dipindah," kata Mahmud (34), warga Bandaran, Ahad (11/10) pukul 23.00.<>

Saat ini, ribuan warga terus meneriakkan Tahmid karena berhasil membongkar panggung berukuran 5x6 meter itu. Sementara, jamaah yang sebagain besar datang dari luar Madura diamankan di Desa Ambat Tlanakan.

Sementara, Kapolsek Tlanakan, AKP Bambang mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalnya, massa terlalu banyak. "Kami akan mengambil langkah terbaik bagi keamanan warga dan jamaah wahidiah," pungkasnya.

Bukan Aliran Sesat, Tapi Amalan Sholawat

Sementara itu Ketua Departemen Pembinaan dan Penyiaran Wahidiyah Cabang Pamekasan, Kiai Abdul Kholiq Fandi menepis keras bahwa Wahidiyah merupakan aliran sesat.

Diakuinya, wahidiyah murni merupakan amalan shalawat yang biasa dilakukan oleh umat Islam. "Saya sendiri bingung, sholawat mana yang dianggap sesat. Karena, amalan ini berpedoman pada ahli sunnah wal jamaah. Dan, yang menyusun amalan ini memang ulama Indonesia," katanya, Senin (11/10) dini hari kepada beritajatim.com.

Dikatakan, meski pengajian gagal dilaksanakan di Desa Bandaran Kecamatan Tlanakan, Pamekasan. Pihaknya tetap akan menggelar kegiatan tersebut di Desa Ambat, desa sebelah.

"Kami saja yang mengalah. Itu dilakukan, karena kami tidak menginginkan adanya kekacauan. Lebih-lebih antara umat muslim," ujarnya.

Kholiq terang-terangan meminta maaf pada warga Bandaran khususnya pada Kepala Desa (kades) setempat, karena pihaknya tidak berkoordinasi tentang pelaksanaan pengajian wahidiyah.

"Saya ingatkan sekali lagi. Wahidiyah bukan aliran sesat, tetapi amalan. Untuk saat ini, biar kami yang mengalah saja," tandasnya.

Saat ini, puluhan jama'ah wahidiyah mengungsi di salah satu Madrasah di Desa Ambat. Mereka tidak memersoalkan tentang pembongkaran paksa yang dilakukan warga.

Jama'ah yang umumnya datang dari luar Madura tetap membangun panggung yang akan dijadikan sebagai ibadah dan menyambut kedatangan Romo KH Hadratul Mukarrom Abdul Latif RA, Pengasuk Pondok Pesantresn Kedunglo al Munadharoh, Kediri. (mad)