Warta

Pendekatan Kultural dan Agama Eliminasi Laju Kematian Bayi

NU Online  ·  Jumat, 3 Agustus 2007 | 03:41 WIB

Makassar, NU Online
Pendekatan kultural dan agama merupakan cara yang cukup efektif untuk mengeliminasi laju angka kematian balita dan anak akibat berbagai penyakit menular.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa di sela-sela diskusi yang digelar PP Muslimat NU dan PW Muslimat NU Sulsel bekerjasama dengan UNICEF di Hotel Yasmin, Makassar, Kamis.

<>

"Dua pendekatan ini merupakan upaya efektif diterapkan dalam lingkungan keluarga untuk mengurangi angka kematian bayi," katanya sembari menambahkan, prinsip hidup sehat telah ditanamkan dalam ajaran agama misalnya di dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

Sementara hal-hal yang terkait dengan kultural, misalnya orang tua melarang anak-anaknya keluar pada waktu-waktu tertentu seperti pada ’maghrib’ atau petang, masih perlu ditunjang dengan pengkajian dan penelitian yang dihubungkan dengan kesehatan.

"Waktu petang, merupakan transisi pergantian siang dan malam, tentu terjadi perubahan suhu, cuaca dan sebagainya yang sudah tentu dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang," jelasnya.

Kendati sisi kultural memiliki banyak nilai positif terkait dengan kesehatan, namun diakui ada pula yang negatif. Sebagai contoh larangan membawa bayi ke luar rumah sebelum mencapai umur beberapa bulan sehingga upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan imunisasi menjadi terhambat.

"Karena itu, tidak mengherankan jika di desa-desa yang kuat memegang tradisi budayanya, masih banyak balita yang tidak mengenal imunisasi, khususnya imunisasi campak dan pemberian vitamin A," ujarnya.

Padahal imunisasi campak itu sangat penting untuk menjaga kekebalan tubuh anak dari penyakit yang sering dianggap sepele, namun banyak menelan korban jiwa karena salah penanganan.

Hal tersebut dibenarkan Dr Naisyah Tun Asikin, Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Menurutnya, penyakit campak diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang sering melanda masyarakat pasca bencana khususnya banjir karena pada saat itu kondisi penunjang kesehatan masyarakat menjadi rendah dengan pemicu air kotor, makanan seadanya dan tidak terjamin kebersihannya.

Begitu pula lokasi pengungsian yang juga dapat memicu muncul berbagai penyakit menular tersebut. (ant/nun)