Warta

Pemerintah Kerdilkan Pendidikan Pesantren

NU Online  ·  Jumat, 25 Mei 2007 | 11:14 WIB

Jakarta, NU Online
Budayawan Mohammad Sobary berpendapat bahwa kebijakan pemerintah terhadap pesantren selama ini malah mengerdilkan keberadaan pesantren. Mereka diminta mengikuti model pendidikan dan mengabdi pada sistem pendidikan nasional.

Demikian diungkapkannya dalam orasi kebudayaan pada peluncuran Majalah Mata Air yang diterbitkan oleh Komunitas Mata Air yang diasuh oleh Gus Mus di Jakarta Kamis malam.&<>lt;/font>

“Pendidikan pesantren yang berlangsung selama 24 jam selain mengajarkan tata cara beribadah juga mengajarkan kerendahan hati. Sekarang ini banyak orang pintar, tapi kita susah mencari orang yang berakhlak,” tandasnya.

Menurutnya pengaturan terhadap pendidikan pesantren dalam dalam aspek tertentu memang dibenarkan, namun hal ini telah mematikan pendidikan gaya pesantren. Pengerdilan terhadap pesantren ini sudah berlangsung selama 50 tahun terakhir. Akibat sistem pendidikan yang tidak berakar dari tradisi bangsa sendiri dan mengarah pada pendidikan yang berorientasi teknis dan praktis, akhirnya terjadi kedangkalan pendidikan.

“Setiap orang sebenarnya sudah cerdas, guru hanya mengantarkan saja dan “diputihkan” dipesantren yang memberi kemuliaan,” imbuhnya.

Mantan Pemimpin Umum Antara ini juga mengingatkan agar tidak terlalu fanatis dalam memandang kebenaran. Fanatisme membuat pikiran menjadi picik karena hanya mengakui kebenaran kelompok yang pastinya tak sempurna, bukan kebenaran sejati.

Direktur Partnership ini berpendapat meskipun saat ini umat Islam merupakan mayoritas di dunia, namun menjadi terbelakang karena masalah pendidikan dan kebudayaan. Dalam hal ini pendidikan yang dikembangkan oleh umat Islam haruslah menyentuh ranah kemanusiaan.

“Dunia ini kekurangan orang yang adil. Ilmu dan teknologi yang dikembangkan tak berbicara pada keadilan. Lalu siapa yang bisa bicara tentang keadilan?” tanyanya. Dalam hal ini tradisi-tradisi lokal, tembang, sampai dengan puisi lebih banyak berbicara masalah keadilan.

Selanjutnya Kang Sobary juga meminta agar kebudayaan Islam yang dibangun lebih berorientasi pada dunia riil yang tak terlalu ideologis. “Jika terlalu ideologis, nantinya aspek politik lebih menonjol sehingga lupa pada keharusan social seperti mengatasi masalah kemiskinan,” tandasnya. (mkf)