Warta

Pedagang Hewan Kurban Panen Rejeki

NU Online  ·  Jumat, 4 November 2011 | 04:28 WIB

Semarang, NU Online
Semakin mendekati Hari Raya Idul Adha yang diperkirakan jatuh pada Minggu (6/11) mendatang, pedagang hewan kurban di Semarang panen rejeki. Meski siang hari diguyur hujan lebat, rata-rata pedagang menangguk untung banyak dari ramainya penjualan dagangan mereka.

Baik kambing maupun sapi, sama-sama laris. Kebanyakan panitia Idul Adha dari masjid maupun mushola, atau madrasah maupun sekolah, berbelanja hewan kurban pada Kamis (3/11). 
<>
Demikian pula, pribadi-pribadi muslim yang hendak berkurban, sudah memilih-milih hewan yang akan dikurbankannya. Biasanya, baik panitia maupun pribadi, bertransaksi dulu dengan penjual hewan kurban,  membayar uang muka atau lunas, hewannya dikirim pedagang ke alamat pembeli pada Jum’at  atau Sabtu (4 atau 5/11). Diperkirakan, puncak penjualan adalah hari ini, Jum’at (4/11) dan besok, Sabtu (5/11).

Salah satu pedagang hewan kurban, Haji Muhammad Kantong (53), penduduk penduduk Jl. Plewan II RT 3 RW 4 Kelurahan Siwalan Kecamatan Gayamsari Kota Semarang mengaku dagangannya laris manis.

Puluhan sapi yang dia jual di Jl Gajah Raya Semarang, sekitar 250 meter sebelah utara Masjid Agung Jawa Tengah, kemarin banyak berkurang. Kebanyakan yang membeli adalah pelanggan lama, karena dia memang sudah dikenal sebagai jagal sapi sekaligus penjual sapi setiap harinya. Bukan pedagang tiban yang berjualan di masa Idul Qurban.

“Alhamdulillah hari ini (kemarin-red) sapi-sapi saya laku banyak. hingga sore ini (sekitar jam 16.30), sudah laku 8 ekor,” kata jagal di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang yang akrab dipanggil Pak Kantong ini.

Ia mengaku semenjak dua minggu telah berhasil menjual sapi sebanyak 60 ekor. Di sela wawancara, dia sibuk melayani pembeli yang menawar-nawar harga atau memberi perintah kepada anaknya untuk mengambil sapi-sapi yang dipilih pembeli.

“Yang itu Rp 12,5 juta, Pak. Yang ini cukup Rp 8,5 juta. Nang, tolong yang putih itu dibawa ke sini!,” ujarnya sembari memerintah anaknya, Santoso untuk menarik tali pengikat sapi ke dekat Harsem.

Sapi seharga Rp 12,5 juta yang dia tunjukkan berpostur besar. Punuknya tinggi dan gemuk. Dia yakinkan, beratnya lebih dari 5 kwintal. Itu merupakan sapi termahal yang dia jual.

Sementara yang berharga Rp 8,5 juta tubuhnya cukup besar. Namu warna kulitnya kecoklatan dan matanya tidak hitam. Itulah sapi jenis Pegon, turunan hasil kawin silang sapi lokal dengan jenis Limousine.

Penjual spesialis sapi ini menyetok sapi jenis Jawa atau sapi lokal, pegon dan jenis Simmental. Harga yang dipatok berkisar Rp 7,5 sampai Rp 12,5 juta, dengan berat badan sapi antara 3 kwintalan sampai 5 kwintalan.

Pak Kantong mengaku tidak mengambil untung banyak. Dia mengambil sapi dari peternak di Demak maupun Semarang sendiri. Laba yang dia dapatkan tak sampai jutaaan.

“Saya tidak mengambil untung banyak, Mas. Tak sampai jutaan. Angka ratusan ribu saja,” terangnya.

Berapa modal yang digunakan?  Pak Kantong tak mau menyebutkan. Namun dikatakannya, dirinya harus menyediakan mobil pick up dan truk untuk mengangkut sapi dari peternak dan juga mengantarnya kepada pembeli. Semua dia yang menganggung biaay transportasinya. Karena layanan pembeli adalah diantar sapinya sampai di tempat.

Biaya lain yang harus dikeluarkan, lanjutnya, pakan ternak yang per hari tak kurang Rp 60 ribu untuk sekitar ekor 30 sapi. Itu belum termasuk upah pekerja yang membantunya memberi makan minum dan menjaga sapi siang malam.

“Wah, kalau dihitung biaya, banyak juga lho, Mas, ujarnya tanpa memberi perincian lebih lanjut.

Tak Mau Repot

Soal larisnya hewan, disampaikan pula oleh Agus Sudartono alias Tono (35), pedagang hewan kurban asal Pati. Dia sudah sejak 7 tahun lalu berjualan di Semarang, tepatnya di kawasan sebelah utara Masjid Agung Jawa Tengah.

“Alhamdulillah. Hari ini (kemarin-red) penjualan meningkat. Sehari ini saja sudah 11 sapi terjual dan  9 kambing laku,” tuturnya sambil memegang cat Pylox siap-siap menyemprotkannya ke bokong seekor sapi yang telah dipesan seorang pembeli.

Toni yang mengaku telah menjual 50 sapi dan 30-an kambing semenjak 7 hari lalu ini mengklaim dirinya berani menjual dengan harga murah. Sapi yang dia jual, berharga antara Rp 6,5 juta sampai Rp 11 juta. Kebanyakan jenis Pegon, dengan berat tubuh antara 3 kwintal sampai 4,5 kwintal.

Seperti biasa terjadi setiap tahun, kata dia, H-3 sampai H-1 adalah masa larisnya hewan kurban. Menurutnya, orang cenderung membeli di saat-saat akhir menjelang hari raya.

Hal itu dibenarkan Jabbar, seorang pembeli hewan kurban yang datang di tempat Tono berjualan. Alasan yang umum dikemukakan, kata Jabar, orang tidak mau merawat hewan kurban terlalu lama. Sebab memberi makan minum dan menjaga kesehatan hewan, tidak biasa dilakukan oleh orang kota. Apalagi orang kota biasanya tak punya tempat  untuk mencancang (menambatkan) hewan kurban. Maklum rumah sudah mepet dengan tetangga, mana mungkin ada lokasi untuk kandang hewan, meski sementara.

“Kebanyakan orang maupun panitia Idul Adha membeli di hari mendekati Idul Adha. Maklum lah, orang tak mau repot merawat hewan. Wong tak punya tempat untuk menyimpan hewannya. Rumah saja gandeng tetangga, mana mungkin buat kandang,” ujarnya sambil bercanda.

Karena alasan repot itulah, pembeli biasa menitipkan hewannya pada penjual. Dan penjual memberi pelayanan perawatan untuk itu. hewan yang telah dibeli, dengan dicat kulitnya, diantar penjual ke alamat pembeli sehari sebelum atau malam menjelang Idul Adha.

   
Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Muhammad Ichwan