PBNU: Nasionalisme Indonesia Sudah Selesai, Arab Belum
NU Online · Rabu, 29 September 2010 | 03:35 WIB
Nasionalisme bangsa Indonesia yang dijalankan melalui empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika sudah selesai dan final. Perdebatan mengenai hubungan Islam dengan negara sudah selesai.
Hal itu berkat peran Nahdlatul Ulama (NU) sejak Muktamar NU di Banjarmasin (1936) sampai muktamar di Situbdondo (1984). Pada muktamar di Banjarmasih NU memunculkan Istilah darus salam atau negara sejahtera, bukan negara Islam. Pada muktamar di Situbondo NU menyatakan Pancasila sebagai dasar negara sudah final dan Pancasila diterima sebagai ideologi negara, bukan berarti sebagai pengganti agama.<>
“Alhamdulillah berkat perjuangan dan peran NU, hubungan Islam dan Negara di Indonesia ini sudah selesai dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak bisa ditawar-tawar lagi, sudah final,” kata Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj dalam acara halal bil halal keluarga besar PBNU-PWNU di Jakarta, Jumat (24/9) malam lalu.
“Padahal di negara-negara Islam di Timur Tengah sendiri hubungan Islam dan Negara itu termasuk di Arab Saudi ternyata belum tuntas dampai sekarang,” tambah KH Said Aqil dalam acara halal bilalal yang dihadiri duta-duta besar negara-negara Muslim.
Acara halal bihalal itu juga dihadiri KH Tholhah Hasan (Mustasyar PBNU), Wakil Ketua MPR RI HM. Lukman Hakim Saifuddin, A. Muhaimin Iskandar (Menakertrans), A. Hilmy Fashal Zaini (Menteri PDT), anggota BPK Ali Masykur Musa, politisi Golkar Idrus Marham, mantan Adhie Massardi dan para tokoh dan pejabat dari kalangan NU.
Hanya saja lanjut Said Aqil, kini bangsa Indonesia dihadapkan dengan beberapa situasi sosial politik yang cukup menegangkan akibat tidak tuntasnya dan tidak terkenalinya otonomi daerah dengan munculnya banyak konflik pemilukada di daerah-daerah. “Jika ini tidak terkendali, maka bias mengarah kepada desintegrasi bangsa,” ujar Said Aqil mengingatkan.
Selain itu juga diakibatkan oleh sistem demokrasi perwakilan yang lebih menekankan pada voting dan pemilukada langsung. Pihak-pihak yang menang mengambil semuanya dan yang kalah kehilangan semuanya
”Itulah wajah demokrasi bangsa ini. Karena itu NU mendukung terhadap penyederhanaan parpol dan pemilukada diserahkan kepada sistem perwakilan di parlemen. Yang jelas fakta dan wajah politik saat ini karena reformasi yang lebih sebagai kehendak modal asing, sehingga kebangsaan ini makin tidak terarah,” tutur Said Aqil.
Dikatakannya, NU akan terus komitmen dan konsisten untuk mendukung Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI melalui tiga prinsip perjuangan NU yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah (tanah air) dan ukhuwah basyariyah (kemanusiaan) baik di tingkat nahdliyyin (jama’ah NU), organisasi (jam’iyyah), pesantren, internal NU dan masyarakat.
Lanjut Said, perjuangan kultural NU ini mendapat apresiasi besar dari dunia internasional maupun ormas-ormas Islam di Indonesia. Sehingga ormas-ormas Islam yang dulu radikal, kini mulai moderat dan mengikuti perinsip-prinsip perjuangan NU dengan menyepakti menolak radikalisme, kekerasan dan apalagi terorisme. “Ormas-ormas itu semuanya di belakang NU,” ujarnya. (nif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
2
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
3
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
4
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
5
Khutbah Jumat: Persahabatan Sejati, Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Prabowo Serukan Solusi Dua Negara agar Konflik Israel-Palestina Reda
Terkini
Lihat Semua