Warta

PBNU Minta Ahmadiyah Legowo Jadi Agama Baru Saja

NU Online  ·  Rabu, 6 Oktober 2010 | 06:07 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf meminta fihak Ahmadiyah secara legowo memposisikan diri sebagai agama baru sehingga memperoleh hak-haknya sebagai minoritas dan umat Islam tidak merasa tersakiti. Ini menurutnya merupakan win-win solution.

“Teman-teman Ahmadiyah sebaiknya berbesar hati mengikuti jalan yang ditempuh di berbagai negara lain. Eksistensinya tetap ada tetapi tidak berbenturan dengan Islam mainstream,” katanya ketika menerima rombongan dari Gerakan Peduli Pluralisme di gedung PBNU, Rabu (6/10).<>

Di Pakistan, tempat Ahmadiyah lahir, aliran ini tidak dikelompokkan sebagai bagian dari Islam, tetapi sebagai kelompok minoritas non muslim seperti agama lainnya, Kristen, Protestan, Hindu dan lainnya.

Ia menegaskan, persoalan Ahmadiyah perlu dicarikan solusi abadi untuk menghindari konflik dalam masyarakat yang terus terjadi, dan ini tak bisa hanya berpedoman pada sesuatu yang normative.

“NU tak menghendaki persoalan ini berlarut-larut dan menjadi bisul yang pecah kalau ada gegeran,” paparnya.

Bagi umat Islam, keyakinan Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi penutup setelah nabi Muhammad merupakan persoalan akidah yang krusial dan komunitas Islam internasional juga telah menetapkan bahwa pandangan ini tidak sesuai dengan ajaran Islam.

“Penyelesaiannya ada di Ahmadiyah sendiri, bukan di ormas Islam lainnya,” imbuhnya.

Entjeng Sobirin Najd (Wakil Sekjen PBNU) yang turut hadir dalam pertemuan mengatakan bahwa PBNU tetap menentang aksi-aksi kekerasan dan tindak main hakim sendiri.

"PBNU mengakui berbeda dengan Ahmadiyah secara teologis. Tapi tindak main hakim sendiri tidak dibenarkan," kata Entjeng yang juga peneliti senior di LP3ES.

Sementara itu Sekjen PBNU Iqbal Sullam mengusulkan agar DPR menyelenggarakan studi banding yang “sebenarnya” ke negara-negara tempat Ahmadiyah eksis seperti di Pakistan, India dan Inggris untuk melihat kehidupan mereka secara langsung dan perlindungannya dihadapan UU sehingga bisa menjadi masukan terhadap penyelesaian persoalan di Indonesia. (mkf)