Warta Munas dan Konbes NU

Para Komentator Kitab Kuning Perlu Belajar ke Pesantren

Sab, 29 Juli 2006 | 16:31 WIB

Surabaya, NU Online
Pihak-pihak yang apriori dan bahkan antipati terhadap buku-buku yang dipelajari di pesantren atau biasa disebut sebagai kitab kuning diharap menyimak kembali kalimat per-kalimat yang tertulis di dalam teks kitab-kitab tersebut.

Tanpa pengetahuan yang mendalam dihawatirkan mereka secara sembrono memberikan kesimpulan yang kontraproduktif dan terkesan hanya ingin mengganti literatur pesantren dengan literatur lain.

<>

Rais Syuriah PBNU KH. Masyhuri Na’im meminta para peneliti tidak memberikan komentar negatif terhadap kitab-kitab kuning berkaitan dengan munculnya tindakan kekerasan dan terorisme.

“Jika sesuatu dikerjakan oleh yang bukan ahlinya maka rusaklah itu,” kata Masyhuri Na’im di sela-sela Munas Alim Ulama di Surabaya, Sabtu (29/7), menyusul statemen yang dikeluarkan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan dikutip oleh beberapa media massa seputar adanya kitab kuning yang mendukung tindak kekerasan.

Lembaga pengkajian yang dimaksud merekomendasikan kepada pesantren-pesantren untuk menata kembali pendidikan di pesantren. Dikatakan, “tidak sedikit sumber-sumber pemahaman Islam seperti kitab-kitab kuning di pesantren yang banyak mendukung tindakan kekerasan.”

Penelitian kuantitatif yang dilakukan lembaga pengkajian yang dimaksud sebenarnya sama sekali tidak berkaitan dengan materi-materi kitab kuning dan aktifitas para lulusannya, namun terkait dengan beberapa tindakan kekerasan yang “diasumsikan” telah disemangati oleh ajaran agama.

“Begitu kog langsung mengatakan kitab kuning mendukung tindakan kekerasan. Kalau kitab kuning memberikan penjelasan mengenai pencurian, misalnya, bukan berarti kitab itu mengajarkan kita untuk mencuri,” kata Masyhuri Naim.

Dikatakannya, berbagai pihak yang salah sangka terhadap kitab kuning perlu berdiskusi langsung dengan para kiai pesantren atau santri seniornya.

Berkaitan dengan tindak kekerasan dan terorisme, Ketua PBNU KH. Said Aqil Siraj menyatakan, fasal jihad atau membela agama di pesantren lebih difahami sebagai upaya untuk meningkatkan martabat dan kesejahteraan masyarakat.

“Coba dilihat di kitab Fathul Mu’in itu ada keterangan bahwa jihad adalah mewujudkan masyarakat yang terlindungi sandang, pangan dan papannya. Jadi dilihat dulu kitabnya! Belajar di pesantren dulu lah!” kata  Kiai Said Aqil. (nam)