Warta

NU Online Gelar Diskusi "Ganyang Malaysia"

NU Online  ·  Rabu, 16 Maret 2005 | 11:33 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia masih memiliki banyak "pekerjaan rumah" menyoal garis perbatasan, khususnya perbatasan laut, mengingat sedikitnya masih terdapat 12 pulau yang perlu mendapat perhatian dan menjadi titik dasar penarikan garis perbatasan teritorial serta terletak di wilayah perbatasan yang hingga kini belum diselesaikan dengan negara tetangga.

Kasus Blok Ambalant misalnya yang mencuat akhir-akhir ini bukti dari lemahnya sistem pertahanan kelautan kita. Lantas apa sebetulnya akar permasalahan dari kasus-kasus perbatasan, apakah soal kepentingan terhadap sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati yang terbentang di wilayah itu semata atau ada soal lainnya. Lalu bagaimana sikap kita menyangkut kedaulatan ? bagaimana mendudukan persoalan yang fair agar harga diri bangsa tidak di rendahkan bangsa lain dan juga tidak mengorbankan rakyat karena sengsara akibat peperangan ?

<>

Lepasnya P. Sipadan dan Ligitan, merupakan pelajaran berharga bagi Indonesia akibat dari tidak adanya kepedulian pemerintah di dalam menangani pulau tersebut, mengingat bila acuan awalnya pada perjanjian tanggal 20 Juni 1891 antara Belanda-Inggris yang membelah Pulau Sebatik, Indonesia mempunyai hak atas kedua pulau itu. Indonesia memang harus melepas P. Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional pada 17 Desember 2002, bukan atas dasar hukum ataupun sejarah yang kurang kuat dan mendukung, melainkan alasan politik karena Indonesia dianggap tidak menunjukkan keinginan untuk menguasai kedua pulau itu dengan bukti "tidak ada penguasaan secara efektif (effectivites/effective occupation).

Apakah hal yang sama juga akan terjadi di wilayah perairan Kaltim di Blok Ambalan ? apakah harus ada posko komando "Ganyang Malaysia" atau tidak atau bagaimana sikap yang semestinya dilakukan untuk menjaga harga diri bangsa. Untuk membahas itu, NU Online kembali menggelar diskusi bulanan dengan tema, "Respon Terhadap Gerakan "Ganyang Malausia". Diskusi yang digelar pada hari Kamis (17/3) jam 13.30 WIB akan di hadiri tiga orang nara sumber yang kompeten, yakni : H. Cholid Mawardi (mantan dubes dan pengurus PBNU), Ian Santoso Perdanakusuma (TNI-AU), KH. Yusuf Hasyim (pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang) dan dihadiri pengurus Badan Otonomo, Lajnah serta sejumlah wartawan. Acara bertempat di lantai V gedung PBNU, Jln. Kramat Raya 164.

Acara diskusi bulanan NU Online yang sudah memasuki bulan keenam ini merupakan kegiatan rutin yang di gelar NU.Online setiap pertengahan bulan dengan tema-tema aktual yang sedang hangat di perbincangkan. Diskusi bulanan juga dimaksud untuk menggagas ide dan mencari solusi terbaik, sekaligus media pencerahan. Sekadar menyebut, beberapa nara sumber yang pernah hadir mengisi diskusi seperti Arbi Sanit, Sunyoto Wignyo subroto, Marsilam Simanjuntak, Franky Sahilatua, Sides Sudyarto. (cih) 

Â