NU Hubungkan Pesantren Lokal dengan Pesantren Global
NU Online · Selasa, 2 Februari 2010 | 03:05 WIB
NU merupakan organisasi Islam ahlussunnah wal jamaah yang berskala nasional, tetapi ternyata dikenal begitu tulus di seluruh dunia. Hal itu tidak lain ini merupakan organisasi Islam terbesar di dunia. Kehadiran rombongan PBNU mendapat sambutan hangat dari semua kalangan. Sejak turun dari bandara tidak hanya disambut KBRI Beirut, tetapi juga disambut para ulama. Padahal rombongan PBNU tiba di sana sekitar jam 2 malam.<>
Pagi harinya sekitar jam 7 waktu setempat, rombongan telah bergerak sesuai dengan jadwal, yaitu pergi ke Lebanon Selatan yang perbatasan dengan Israel. Dengan diantar para ulama baik Sunni maupun Syiah rombongan bis mencapai tempat dengan aman. Barikade para milisi bisa dilakui dengan mulus, sehingga keindahan perbukitan Selatan yang subur dengan jeruk dan anggurnya yang sedang berbuah di musim dingin itu bias menghilangkan ketegangan dan melupakan suasana perang. Kekejaman Israel masih tersisa di kawasan itu, baik puing yang hancur, penjara tempat penyiksaan, hingga para korban yang masih tersisa.
Kawalan tentara Indonesia yang sedang bertugas menjadi pasukan Perdamaian PBB membuat suasana menjadi lebih aman dan penuh keakraban, karena mereka yang sudah hampir setahun bertugas di kawasan konflik itu rupanya sudah rindu tanah air sehingga kunjungan ini sangat berharga, makanya disambut dengan penuh antusias. Mereka pun antusias mendengarkan sambutan KH Hasyim Muzadi.
Tentu saja pertemuan dengan para ulama terkenal yang terdiri dari berbagai mazhab dan aliran merupakan pengalaman tersendiri. Pada umumnya mereka sudah sangat mengenal NU dan pribadi ketuanya, sehingga setiap pertemuan berjalan lancar, tidak perlu saling menjelaskan latar belakang masing-masing.
Selama ini pemeluk berbagai mazhab dan aliran hanya menjadi wacana, tetapi di Libenon hal itu menjadi kenyataan. Bagaimana mereka walaupun berbeda dan selama ini bertentangan sudah mulai saling menyapa, bahkan kemudian mendirikan lembaga Tajammu Ulama Muslimin Lubnan (Liga Ulama Lebanon). Mereka sengaja mengundang Pimpinan PBNU dengan harapan bias bertukar pengalaman dalam mengkelola Islam di tengah perbedaan. Setiap pertemuan diakhiri dengan pesta makan besar, sehingga terucap fi kulli makan makan (di setiap tempat selalu makan), semuanya itu menunjukkan keramahan mereka menyambut delegasi PBNU.
Selama ini kita berpandangan bahwa keluasan pandangan yang dimiliki NU sehingga menerima keberadaan empat mazhab, ini sebagai hal yang biasa karena kesemuanya didasari atas adanya ukhuwah Islamiyah sehingga perbedaan diletakkan sebagai rahmat, yang bias saling mengisi dan saling menyempurnakan. Tetapi perjalanan itu dianggap sesuatu yang luar biasa bagi para ulama dan umat Islam Timur tengah. Selain hal itu perjalanan sejarah umat Islam Indonesia juga menarik bagi mereka untuk dipelajari, mulai dari bagaimana umat Islam Indonesia menyiasati tradisi yang bersumber pada Hindu Buda menjadi tradisi Islam, dan Islam mampu menyatukan kekuatan yang besar ini menjadi kekuatan nasional yang mampu menghadapi penjajahan di tahun 1940-an.
Pengalaman menarik buat saya sebagai seorang pimpinan pesantren, bahwa perjalanan ini memungkinkan para kiai atau ulama Indonesia terutama kalangan pesantren untuk berkomunikasi langsung dengan ulama terkemuka dari berbagai mazhab yang ada di Lebanon maupun Syria. Pada umumnya mereka ulama besar yang memiliki kitab-kitab terkenal yang dikaji di kalangan ulama dan pesantren di Indonesia. Kunjungan ke beberapa perguruan tinggi Islam dan terutama ke berbagai ma’ahid (pondok pesantren) merupakan studi banding yang sangat menarik, bagaimana mereka mengembangkan pengajaran Islam secara lebih sistematik dan pada umumnya mereka meyediakan beasiswa pada para santri dari Indonesia.
Penguasaan bahasa Arab dan pendalaman agama di timur tengah ini merupakan pengalaman penting bagi kalangan santri. Untuk itu peluang besar ini perlu direspon untuk memajukan pendidikan pesantren di tanah air, agar suatu ketika kita juga memiliki ulama-ulama besar seperti yang ada di Lebanon dan Syria maupun Timur tengah lainnya. Peran yang dirintis NU dalam menghubungkan pesantren lokal dengan pesantren internasional khususnya di Dunia Arab ini seharusnya segera ditindaklanjuti oleh pimpinan LP Ma’arif dan RMI, ini penting untuk menambah kuota kita yang disediakan pemerintah.
Apalagi permintaan KH Hasyim Muzadi pada Pemerintah Syria untuk menambah kuota beasiswa yang diberikan pada mahasiswa itu sudah disetujui, maka kemungkinan santri dan mahasiswa kita yang belajar di sana semakin banyak. Banyaknya ma’had Ali di tanah air memang cukup menolong, tetapi pengalaman pertukaran peradaban dengan dunia Islam lain itu merupakan pengalaman penting yang harus dimiliki para santri. Karena itu pengiriman santri untuk belajar pada para ulama Timur tengah tetap penting.
Dengan demikian ukhuwah Islamiyah akan tetap terjaga, terutama ketika antar sesame ulama dan pelajar sudah saling mengenal, sehingga persatuan Islam sedunia bias terjaga. Padahal misi itulah yang dibawa PBNU ketika berkunjung ke daerah-daerah tersebut. Dan pengalaman menyatukan umat Islam itulah yang diminta mereka pada PBNU sebagai organisasi yang diakui kematangannya oleh mereka. Bahkan seorang Mufti Syria mengharapkan NU tetap mengembangkan pikirannya sebagaimana semula yakni mengembangkan ajaran Islam berdasarkan tradisi Indonesia sendiri, karena terbukti membawa kematangan Islam dalam menghadapi setiap perubahan dan tantangan. (KH Zaim Ahmad -Ketua Tanfidziyah PCNU Lasem)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
4
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
5
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
6
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
Terkini
Lihat Semua