Warta

Nasib Mahasiswa Di Aceh

NU Online  ·  Rabu, 16 Juli 2003 | 18:17 WIB

Jakarta, NU.Online
Konflik bersenjata di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bukan cuma mengganggu kegiatan sekolah dasar dan menengah. Kegiatan pendidikan tinggi pun ikut terimbas, seperti yang terjadi di Universitas Malikussaleh (UM), Lhok Seumawe, Kabupaten Aceh Utara.

Sekitar 1.000 dari 4.500 mahasiswa UM dalam 2-3 tahun terakhir tidak aktif mengikuti perkuliahan. Sebagian dari mereka terpaksa mengungsi ke luar daerah. Untuk mengikuti kuliah secara normal, mereka terkendala oleh terbatasnya sarana transportasi dari dan ke kampus UM.

<>

Kondisi itu dikemukakan Rektor UM Hadi Arifin di Jakarta, Selasa (15/7). Ia berbicara kepada pers seusai penyerahan aset UM kepada pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Penyerahan aset senilai Rp 150 miliar itu merupakan konsekuensi atas perubahan status UM dari perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri (PTN).

"Bagaimana bisa aktif kuliah kalau mereka senantiasa diliputi perasaan kurang," kata Hadi. Ia menyebutkan, total mahasiswa UM sekitar 4.500 orang, tersebar di lima fakultas dan 11 jurusan. Namun, yang aktif kuliah hanya 3.500, sisanya tidak pernah lagi kuliah.

Menurut Hadi, para mahasiswa yang tidak kuliah sebagian ikut orangtuanya ke tempat pengungsian. Sebagian lagi tidak jelas domisilinya.
Dia mengakui, konflik di Aceh juga membuat proses belajar-mengajar di kampus UM terusik. Kegiatan perkuliahan hanya berlangsung dari pukul 08.00 hingga 12.00 dan dilanjutkan pukul 13.00 hingga 16.00. Setelah itu, tidak ada lagi kegiatan di kampus UM.

"Jangan bayangkan ada kuliah malam. Sore hari saja sarana transportasi sudah tidak ada," papar Hadi.

Keutuhan NKRI

Sementara itu, Dirjen Dikti Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, perubahan status UM dari PTS menjadi PTN merupakan wujud dari komitmen pemerintah pusat merangkul lembaga pendidikan di NAD demi keutuhan RI. Dengan demikian, di NAD terdapat dua PTN, yakni Universitas Syiah Kuala dan UM.

"Pusat ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah, termasuk Aceh," kata Satryo.

Menurut Dirjen Dikti, setelah penyerahan aset, pihaknya akan konsekuen menyediakan anggaran operasional dan pembangunan secara rutin kepada UM. Dalam kaitan itu, Satryo akan mengusulkan agar porsi anggaran untuk Ditjen Dikti ditambah. Selama ini, anggaran Ditjen Dikti hanya Rp 4 triliun. Padahal, untuk membiayai 50 PTN di Indonesia diperlukan sedikitnya Rp 14 triliun.

Hadi Arifin menyebutkan, pihaknya sangat membutuhkan bantuan pengadaan gedung kuliah serta laboratorium dan perangkatnya. UM berdiri tahun 1969 atas swadaya masyarakat. UM kini memiliki lima fakultas, yaitu teknik, pertanian, ekonomi, hukum, serta ilmu sosial dan ilmu politik. Kampus UM berdiri di atas lahan seluas 85 hektare dengan bangunan 2.000 meter persegi. (Kol/Cih)