Warta

Nahdliyin Perlu Keteladanan Pemimpin NU dalam Menjaga Khittah 1926

NU Online  ·  Rabu, 9 Juli 2008 | 04:24 WIB

Jombang, NU Online
Sebagai ormas sosial keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama telah berkomitmen untuk kembali ke Khittah 1926, yaitu tidak melibatkan diri dalam politik praktik. Untuk itu, guna mengawal Khittah agar bisa berjalan efektif, maka diperlukan keteladalan dari para pemimpin NU dalam memegang tegus Khittah tersebut.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar F. Mas'udi dalam Dialog dan Tausiyah Perdamaian Warga NU yang digelar Pengurus Cabang NU Kab. Jombang di Gedung PSBR, Jombang, Selasa (8/7).<>

Menurutnya, warga NU (Nahdliyin) yang sebagian besar hidup di wilayah pedesaan, sangat merindukan adanya keteladanan dari para pemimpin NU dalam mengawal dan memegang teguh Khittah tersebut.

"Jika Khittah yang dipegang teguh, terutama oleh (para) pemimpin, pastilah ummat di bawah mengikuti. Tetapi jika Khittah tidak dipegang teguh, hal ini yang membikin umat bingung dan keadaan menjadi kacau," terangnya.

Masdar menegaskan, Khittah merupakan sebuah perjanjian atau konsensus bersama yang itu berarti menepati dan berpegang teguh kepadanya adalah sebuah akhlak mulia.

Masdar juga mengingatkan bahwa bahwa secara kultural, NU sudah ada sebelum melembaga menjadi sebuah organisasi. Dengan demikian, lanjutnya, para pendiri NU bertujuan untuk melembagakan "jamaah kultural sebagai modal yang sudah ada.

"NU yang didirikan oleh Mbah Hasyim (Asy'ari) itu NU organisasi, bukan kultur, karena secara kultur, NU sudah ada," kata Masdar.

Dalam kesempatan itu, Masdar juga mengingatkan pentingnya NU kembali ke ummat dengan lebih menggiatkan lagi peran masjid dan pesantren sebagai pusat kegiatan, baik pendidikan, sosial, dakwah, dll.

"Cara mendekatkan diri kepada Allah, yang dengan mendekati ummat. Nah, ummat itu rumahnya di masjid. Di masjid itulah kita menemuinya," katanya. (dar)