Warta

Muslimat Adakan Sosialisasi Program Keaksaraan Fungsional

NU Online  ·  Senin, 28 Februari 2005 | 08:28 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagai bentuk partisipasi ormas dalam upaya pemberantasan buta huruf, Pucuk Pimpinan Muslimat NU mengadakan Sosialisasi Program Keaksaraan Fungsional  dan Pelatihan untuk Pimpinan Muslimat NU Tingkat Propinsi dan Kabupaten Percontohan, 28 Februari – 1 Maret di Wisma Tanah Air Cawang.

Ketua Yayasan Pendidikan Muslimat (YPM) Hj. Machsusoh Tosari Widjaya mengungkapkan bahwa program keaksaraan fungsional adalah program pemberantasan buta huruf dikaitkan dengan peran dan pekerjaan mereka di masyarakat.

<>

“Misalnya penjual tempe diajari dengan mengeja kata-kata yang berkaitan dengan pekerjaan mereka seperti “t e m p e” atau belajar berhitung dalam dikaitkan dengan dunia usaha mereka sehari-hari,” tandasnya.

Saat ini Pengurus Wilayah Muslimat Jawa Timur telah berhasil melaksanakan program pada 14.000 orang dari warga muslimat dan lingkungannya. Selanjutnya itu program ini dikembangkan ke lima wilayah propinsi.

Workshop ini diikuti oleh 50 orang yang berasal dari propinsi Jawa Tengah, Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung. Mereka merupakan pengurus muslimat wilayah, pengurus Yayasan Pendidikan Muslimat dan para guru.

Upaya ini dilaksanakan dengan menjelaskan betapa pentingnya untuk bisa membaca dan menulis agar bisa terus berkembang dan tidak kena tipu sehingga muncul kesadaran dari diri mereka untuk belajar.

Istri anggota DPR Tosari Wijaya dari FPP ini menjelaskan bahwa pada zaman orde baru, juga muncul program kejar paket, namun tampaknya upaya pemberantasan buta huruf ini dilakukan dengan agak memaksa. Selain itu juga terjadi manipulasi data karena mereka yang berhasil melaksanakan program didaerahnya masing-masing akan mendapatkan penghargaan.

Sementara itu Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Dr. Fasli Jalal mengungkapkan berdasakan data dari BPS melalui survey sosial ekonomi nasional pada tahun 2003, dari penduduk Indonesia yang berumur 10 tahun ke atas, 10.2 persen atau 15.5 juta buta huruf.

Dari 15.5 juta tersebut, 2 per tiga atau sekitar 11 juta berumur 45 tahun ke atas. Jadi kira –kira 4 juta lebih yang umur produktif antara 10 – 45 tahun buta huruf. Dalam hal ini prosentasi yang terbesar berada di propinsi Papua NTB, NTT, Kalbar, Banten, tapi dari sisi jumlah di propinsi yang banyak penduduknya, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Propinsi-propinsi menjadi sasaran utama peleksanaan program pemberantasan buta huruf.

“Kita berupaya meyakinkan semua pihak, inilah kondisi riil, kemudian mengajak berbagai komponen bangsa untuk melakukan program ini. Jika dilaksanakan di oleh masyarakat sendiri, diharapkan lebih berhasil karena masyarakat yang lebih tahu cara mengatasi hal tersebut,” imbuhnya.

Kerjasama antara Muslimat dengan Departemen Pendidikan Nasional ini dimulai diawali di Jawa Timur. Diknas memfasilitasi Muslimat dengan Pemda supaya keinginan Muslimat untuk membantu pemberantasan buta huruf ini dipahami Pemda. Akhirnya muncullah kesepakatan untuk melaksanakan program tersebut yang sebagian dibiayai oleh pemerintah pusat dan sebagian lagi dari dana APBD.

Ditanya tentang masih adanya penduduk usia produktif yang masih buta huruf, padahal pemerintah sudah mencangangkan program melek huruf sejak lama, Fasli Jalal  mengungkapkan buta huruf baru ini timbul karena tingginya tingkat putus sekolah di kelas-kelas awal dari kelas 1 – 3.

“Mereka buta huruf karena masih samar-samar kemampuan mereka dalam baca tulis yang sethun tingkat putus sekolah ini mencapai angka sekitar 200 ribu. Salah satu upaya kita adalah melaksanakan program wajib belajar,” tandasnya.(mkf)