Muslim Perkotaan Haus Media Religius

Jakarta, NU Online
Kehidupan perkotaan yang kompleks ternyata tak mampu diselesaikan dengan rasionalitas yang menjadi dasar dari masyarakat sekuler. Akhirnya, masyarakat pada titik tertentu kembali kepada agama sebagai sarana mencari solusi.

Ekspresi keagamaan masyarakat kota bisa dilihat secara jelas dengan munculnya berbagai bentuk pengajian, dari yang eksklusif yang hanya diikuti pejabat dan kalangan elit sampai pengajian dengan jamaah ribuan yang memacetkan jalan.<>

Syafiq Aliela, pimred NU Online dalam diskusi Kamisan (21/10) berpendapat upaya mencari kehausan religiusitas juga dilakukan melalui bacaan-bacaan agama, termasuk media yang dapat dikategorikan sebagai media Islam dengan konten Islami.

Sayangnya, banyak media yang gagal merespon kebutuhan pembaca Muslim sehingga terpaksa gulung tikar, sementara disisi lain ada yang sukses besar seperti Hidayah, Sabili atau Al Kisah.

Ia berpendapat, media Islam yang gagal sebenarnya media yang terlalu modern, yang mengajak berfikir, padahal masyarakat perkotaan menginginkan pembahasan yang lebih banyak tentang aspek-aspek ubudiyah dan syariah untuk menyelesaikan persoalan kehidupan keagamaan sehari-hari.

“Media yang terlalu modern, yang dikelola orang sangat terdidik salah menangkap kecenderungan masyarakat kita. Media yang berkembang adalah yang memenuhi sisi-sisi spiritual,” tandasnya.

Ia menurutnya sebuah realitas yang tak bisa dikatakan sebagai ironi, sebagaimana anggapan kalangan liberal bahwa hanya dengan rasionalitaslah Islam bisa terbuka dan maju.

Ditambahkannya, pertarungan di media merupakan pertarungan untuk memperebutkan fikiran. Siapa yang berhasil memenangkannya, ia akan diikuti oleh banyak orang.

Penerbitan kitab kuning sebenarnya merupakan satu bisnis yang sangat dekat dengan komunitas NU dengan omset yang luar biasa dan mampu menumbuhkan kapitalisasi dalam jangka panjang. Disinilah NU seharusnya dapat menjadi pemain penting sebelum melangkah pada media-media diluarnya. (mkf)