Warta

Message Bom Marriott Bukan Sekedar Teror

NU Online  ·  Selasa, 5 Agustus 2003 | 21:13 WIB

Jakarta, NU.Online
Seorang analis studi konflik menilai, ledakan dengan bom yang terkategori "high explosive" di Hotel JW Marriott, Jakarta mempunyai spektrum pesan yang "bukan sekadar teror", namun lebih mengarah pada keseriusan. "Kalau pesannya teror biasanya daya ledak alat yang dipakai ’low explosive’, tapi apa yang terjadi di Hotel Marriott itu ’high explosive’, dilakukan saat waktu makan siang saat terjadi puncak
keramaian.

Jadi menunjukkan tujuan akhirnya adalah menimbulkan korban besar," kata Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Drs Rizal Darmaputra, MA, di Jakarta, Selasa.

<>

Menurut dia, mengapa kejadian di Marriot, yang dikenal sebagai kawasan "segitiga emas" di mana pusat bisnis yang melibatkan warga asing cukup "mobile", punya dimensi berskala internasional maupun nasional.

Dari sisi internasional, hotel tersebut identik dengan kepentingan Amerika Serikat (AS), sehingga pihak pelaku, ingin menunjukkan sebuah simbol anti kepentingan AS. Melekat dengan itu adalah faktor ekonomi, yakni dengan "membidik" kawasan yang menjadi pusat bisnis itu. Maka investasi asing ke Indonesia, yang mulai membaik kini menjadi mundur secara serius, apalagi menyangkut simbol kepentingan AS itu.

Sementara itu, di sisi dalam negeri atau nasionalnya, bisa saja berkembang spekulasi bahwa pelaku terkait dengan beberapa kalangan yang dapat dicurigai sebagai pelakunya. Dia menyebut, hipotesis awal bisa saja dilakukan oleh Gerakan Separatis Aceh (GSA), dan kelompok ekstrim kanan. Khusus untuk hipotesis pelakunya kelompok GSA, kata dia, adalah berdasarkan informasi yang diterimanya dari sumber militer berkompeten, sekitar dua minggu lalu bahwa kelompok GSA pasti akan beraksi saat dilakukan Sidang Tahunan (ST) MPR yang hingga kini masih berlangsung.

Namun, melihat sasaran yang dipakai adalah Hotel JW Marriott, yang identik dengan simbol AS, menurut Ical --panggilan karib Rizal Darmaputra--hipotesis itu menjadi tidak kuat, mengingat GSA sedang membutuhkan dukungan internasional. "Jadi kalau dia (GSA) ’menembak’ kepentingan AS justru kontraproduktif dan upaya mendapat dukungan internasional malah berantakan," tambahnya.

Rizal justru melihat "potensi" kuat yang dilihatnya justru pelakunya adalah kelompok ekstrim kanan, khususnya bagian dari kubu yang memang memakai kekerasan sebagai alat yang absah untuk mencapai tujuan.

Dia membagi dalam dua hal untuk potensi kelompok ekstrim kanan sebagai pelakunya yakni, pertama: kubu "independen" yaitu kalangan yang "tidak terinfiltrasi" pihak intelijen, dan kedua: kelompok yang selama ini menjadi "binaan" intelijen. "Jangan lupa sebagian dari aktivis NII (Negara Islam Indonesia) adalah ’binaan’ intelijen, jadi kalangan berwenang mesti ’mengejar’ secermat mungkin kelompok yang potensi untuk melakukannya cukup kuat," katanya.

Ketika ditanya bagaimana dengan kelompok ekstrim kiri, Rizal Darmaputra menyebut hal itu "tidak cukup punya referensi kuat" sebagai kelompok potensi pelaku. "Kalau alasannya tidak dicabutnya Tap MPR tentang kelompok komunis, sangat kecil peluangnya apalagi ideologi ini semakin tidak populer, termasuk di RRC yang disebut masih berpaham itu," paparnya

Sementara itu di temui di sela–sela harlah PKB ke-5  Wakil ketua Umum DPP PKB, Mahfud, menganalisa adanya dua kemungkinan pelaku teror bom di hotel JW Marriott yang keduanya saling bersinergi dalam aksi-aksi teror belakangan ini.

"kalau dilihat dari kepentingan-kepentingan anti Islam, maka insiden ini bisa dikatakan bahwa teroris itu digerakkan oleh kepentingan anti Islam yang memang ingin membuat citra bahwa Indonesia adalah sarang teroris," katanya menjawab pers disela-sela peringatan Harlah kelima PKB di Hotel Mulia Jakarta, Selasa malam.

Namun dari sisi lain, ia melanjutkan, mungkin memang gerakan radikal di Indonesia sedang tumbuh. Kedua kelompok pelaku teror itu, menurut mantan Menhan pada era Gus Dur tersebut, memiliki peluang yang sama.

Menurut dia, dua kemungkinan itulah yang saling bersinergi satu dengan lainnya dalam aksi-aksi teror di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini. Lebih lanjut Mahfud menguraikan bahwa peledakan bom Marriott yang bertepatan dengan pelaksanaan Sidang Tahunan MPR 2003 itu juga bisa ditafsirkan macam-macam, seperti bernuansa politis.

"Memang volume teror akhir-akhir ini meningkat dimana-mana. Apalagi sekarang sedang ada ST sehingga menurut saya nuansa politisnya kental dan selanjutnya (insiden) ini bisa ditafsirkan macam-macam," ujarnya.

Ditanya