Warta

Meskipun sudah Baligh, Orang Tua Perlu Lakukan Pendampingan pada Anak

Sen, 17 Agustus 2009 | 08:45 WIB

Jakarta, NU Online
Dari sudut pandang fikih, seorang anak dianggap dewasa ketika ia sudah baligh yang ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Mulai saat itu, ia berkewajiban menjalankan ajaran dan perintah agama.

Meskipun demikian, pada umumnya secara psikologis mereka masih memiliki kepribadian anak-anak sehingga orang tua tetap berkewajiban untuk melakukan pendampingan untuk mendidikan dan membinanya.<>

“Dia secara psikologi masih anak-anak, makanya dalam Islam, proses tersebut bukan kewajiban mutlak, tetapi ada proses yang mana intervensi diperlukan untuk mendidik dan membinanya,” kata Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor kepada NU Online dalam seminar Mendidik Anak Tanpa Kekerasan "Perspektif Agama dan Budaya" Ahad (16/8) di Jakarta Islamic Centre.

Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang batas usia dewasa dengan perbedaan-perbedaan standar yang digunakan, agama Islam menggunakan standar baligh sebagai memasuki usia dewasa, yang berkisar antara 12-15 tahun, UU Perlindungan Anak menggunakan ukuran 18 tahun untuk disebut dewasa. Organisasi tenaga kerja, ILO atau WHO juga memiliki standarnya sendiri.

Dalam tradisi yang dianut bangsa Indonesia, tanggung jawab orang tua terhadap anak dianggap selesai jika dia sudah bisa mandiri. Kebanyakan masih mengandalkan orang tua untuk membiayai kuliahnya yang baru selesai umur 23 tahun.

“Anak-anak dari kelompok ekonomi pas-pasan lebih cepat mandiri, kuliah sambil kerja, tetapi orang tua masih perlu melakukan pendampingan, mengarahkan kalau dia salah, kalau kerja dimana, harus tetap dalam pantauan orang tua.

Kematangan psikologis setiap anak juga berbeda-beda. Anak yang ditempa sejak kecil akan lebih cepat mandiri dibandingkan anak-anak yang kurang mendapatkan tantangan dalam mengarungi kedewasaan.

Dikenalkan Agama Sejak Dini

Maria Ulfa juga meminta agar para orang tua mulai memperkenalkan anak-anak dengan ajaran agama sejak usia dini agar nilai-nilai religius dan moralitas melekat dalam dirinya sampai usia dewasa nantinya.

Dalam pengajaran kepada anak, cara-cara kekerasan harus dihindari dan digantikan dengan bentuk dukungan dan bimbingan jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh seorang anak. Berbagai bentuk kekerasan yang menimpa anak meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan social, yang semaunya bisa mengganggu tumbuh kembang anak dengan baik. (mkf)